Mengenal Allah, Mengenal Kristus (Yohanes 17 : 1 – 5)

Bahan Diskusi (15 menit):

  1. Siapakah ‘Allah’? Jalan pengenalan mana yang Anda pakai untuk mengenal Dia?
  2. Siapakah Kristus? Apa arti ‘Kristus’ itu?
  3. Apa peran dan fungsi ‘Kristus’?
  4. Bagaimana menjelaskan hubungan ‘Allah’, ‘Kristus’ dan “Yesus’?

Renungan Firman (15 menit):

Nusantara Indonesia merupakan salah satu negara dengan banyak cerita rakyat (urban legend) dan mitos (myth) yang cukup melekat dalam pola pikir dan laku kehidupan masyarakat-nya, seperti mitologi Ratu Penguasa Pantai Selatan, mitologi Leak Bali, legenda Gatot Kaca, belum lagi penampakan makhluk-makhluk gaib seperti Buaya Putih Sungai Citumang, Harimau Putih Siliwangi, Kuda Sembrani Gunung Lawu, dsb. Bagi sebagian orang, hal itu mungkin terkesan seperti dongeng, cerita pengantar tidur para tua-tua jaman dulu. Tapi bagi penduduk lokal terutama sang kuncen (juru kunci di tempat keramat) – hal itu dipercayai sebagai sebuah realitas, kenyataan yang tidak terbantahkan bahwa makhluk bahkan kerajaan spiritual tsb benar adanya, dan mereka bahkan berkontak serta menjadikan diri mereka sebagai abdi para gaib tsb.

Sebagai warga Bandung, kita pun familiar dengan cerita tentang Tebing Keraton dan Kawah Putih (dua lokasi yang dipercaya sebagai tempat keraton-nya makhluk halus). Ada banyak kesaksian dan penampakan, juga cerita dari mulut ke mulut sehingga tidak sedikit orang yang meyakini kebenaran-nya. Begitu juga halnya dengan myth di bagian dunia lainnya seperti: penampakan Himalayan Yeti, Dragon (mitologi Tiongkok) dan monster air Loch Ness. Dan dikarenakan hanya sekelompok kecil yang menyaksikan – maka itu bersifat sangat subjektif dan wajar jika mayoritas orang tidak percaya bahkan menyangka bahwa si ‘saksi mata’-nya adalah orang halu atau orang gila, seperti yang terjadi pada kasus Sunda Empire dan Keraton Sejagat.

Logika yang sama sesungguhnya berlaku dalam keimanan kita tentang Pribadi yang disebut “Allah” dan “Kerajaan-Nya”. Bagi manusia pada umumnya, Ia tidak kasat mata, bahkan juga misterius. Yohanes bahkan berkata, “tidak seorang pun yang pernah melihat Allah, tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya (Yohanes 1:18)”. Ya, bagaimana seseorang dapat menjelaskan tentang sesuatu yang tidak pernah dilihat, dinyatakan, bahkan ditemui-nya? Pasti buram, pasti tidak sempurna, bahkan ada potensi hoax. Paulus juga berkata, “ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu. Karena sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka. Sekarang, aku hanya mengenal dengan tidak sempurna, tetapi nanti aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal (1 Korintus 13 : 11 – 12)”.

Pertanyaan untuk Direnungkan (10 menit):

  1. Seperti apakah ikan “blobfish”? Jika Anda bingung menjawabnya karena Anda tidak punya data sama sekali tentangnya, maka hal yang sama berlaku: seperti apakah “Allah”? Apakah data Anda tentang “Allah” sudah valid dan benar?
  2. Daerah seperti apakah Pulau Socotra? Jika Anda pun kesulitan menjawab karena belum pernah berada di sana, maka bandingkan dengan pertanyaan ini “seperti apakah Kerajaan Allah?” Apakah Anda dapat menceritakan bentuk rupa-nya?
  3. Jika ada seseorang yang memperkenalkan ikan blobfish serta Pulau Socotra kepada Anda, apakah Anda dapat langsung percaya akan penyampaian-nya?
  4. Kriteria apa yang Anda pakai untuk menguji kebenaran data yang dipakai-nya? Bahwa segala yang Anda dengar dan lihat adalah valid?

Kesimpulan (20 menit)

Proses mengenal Allah merupakan sebuah pencarian dan perjalanan. Bagaimana kita dapat mengenal sesuatu yang misterius jika ‘Ia’ sendiri tidak menyatakan diri? Ya, kekristenan diklaim sebagai agama wahyu dimana bukan manusia berusaha dengan versi-nya masing-masing mencoba mendeskripsikan dan mendefinisikan ‘Allah’ tetapi Allah sendiri mewahyukan diri-Nya kepada orang-orang pilihan, yang kemudian itu dituliskan dalam gulungan kitab untuk generasi selanjutnya boleh memahami dan belajar mengenal Allah. Allah menurunkan Taurat melalui Nabi Musa, menurunkan Zabur (Mazmur) melalui Raja Daud dan menurunkan pula banyak nubuatan dan firman-Nya melalui perantaraan nabi-nabi-Nya.

Itu adalah sebuah perjalanan dimana Allah terus mewahyukan diri-Nya supaya mereka mencari Dia dan mudah-mudahan menjamah dan menemukan Dia, walaupun Ia tidak jauh dari kita masing-masing (Kis 17:27). Hanya saja, para perantara / mediator ini sangat terbatas, tidak jarang umat hanya bersemangat mencari Allah selama orang tsb hidup dan ketika ia meninggal, mereka berbalik menyembah sesembahan yang lain. Juga mereka pun tidak luput dari kesalahan sehingga Firman Tuhan yang disampaikan seringkali ‘tersandung’ oleh pelanggaran mereka, seperti Musa yang dihukum karena salah merepresentasikan TUHAN. Saat itu TUHAN-nya ingin memberikan air kepada umat, tapi Musa-nya keburu kesal sehingga ia pukul batu dua kali (sesuatu yang tidak perlu), apalagi jika Batu itu diasosiasikan dengan Kristus (1 Kor 10:4). Atau Nuh yang luar biasa taat dalam hal membangun bahtera namun jatuh dalam kemabukan dan mengeluarkan kutuk yang tidak perlu untuk anak-nya (Kejadian 9:21-25), atau Raja Daud yang jatuh dalam perselingkuhan dengan Batsyeba dan menjadi ‘mastermind’ kematian Uria.

 Dan pada satu titik, Firman Tuhan yang sebelumnya selalu diturunkan melalui para mediator — memutuskan untuk tidak menganggap kesetaraan dengan Allah sebagai milik yang harus dipertahankan dan mengosongkan diriNya, mengambil rupa seorang hamba, menjadi sama dengan manusia … bahkan taat sampai mati di kayu salib (Filipi 2 : 6 – 8). Ya, Allah mengutus Anak-Nya sendiri, Sang Firman, datang kepada manusia kepunyaan-Nya untuk memberi jalan, kebenaran dan hidup. Ia adalah Kristus ‘yang diurapi’. Ia telah ada bersama Bapa bahkan sebelum dunia dijadikan dan melalui Dia (Sang Firman) segala sesuatu diciptakan. Dan keputusan-Nya turun ke dalam dunia untuk mencari dan menyelamatkan manusia sungguh berisiko dimana ketika Ia gagal menjalankan misi Allah (menggenapi setiap Firman Allah) maka posisi kemuliaan awal yang Dia lepaskan itu tidak mungkin diperoleh-Nya kembali dan bahkan Ia dinyatakan meleset (hamartia) sama seperti mediator-mediator sebelumnya – dan masuk kategori ‘keturunan Adam’.

Namun syukur pada Allah, Yohanes 17 menuliskan tentang kisah menjelang akhir pelayanan Yesus di dunia, dimana Ia dalam ketaatan dan kepasrahan-Nya tetap berjalan sesuai koridor Bapa dan berketetapan untuk menyelesaikan-nya sampai finish, sekalipun untuk itu ia harus menjalani penghakiman salib. Ia ingin memberi jalan agar Bapa dan manusia dapat diperdamaikan melalui penebusan-Nya dan itu pleased (menyukakan) Allah sehingga Ia membangkitkan-Nya pada hari ketiga dan meninggikan serta mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus, semua lutut dan lidah mengaku, “Yesus Kristus adalah Tu(h)an”, bagi kemuliaan Allah, Bapa. Pertanyaannya: Apakah Anda dapat melihat Allah melalui Kristus? Dapatkah pula Anda melihat bahwa Kristus adalah satu-satunya jalan keselamatan dan pemulihan yang Allah berikan untuk manusia? Selamat berziarah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *