Renungan Minggu, 15 Mei 2022

Yohanes 20 : 24 – 29

Dekat, sepertinya belum tentu dapat menyimpulkan seseorang itu sudah mengenal akan pribadi yang ada dalam kehidupan-nya. Bisa jadi ia hanya sekedar dekat, tahu fisik-nya, nama-nya dan lainnya yang tertampilkan dan dapat dilihat. Namun sifat, karakter dan lainnya mungkin tidak terlihat. Inilah yang paling tidak banyak terjadi dalam kehidupan manusia. Kaget dan tak menyangka akan sering terjadi dalam perjalanan kehidupan. Tapi tak apa jika itu terjadi, tak perlu salah dan menyalahkan, bagian kita yang tak begitu dikenal itu sesungguhnya punya peranan besar untuk mengenalkan lagi akan siapa kita.

Hal sedemikian sepertinya sedang terjadi dalam diri murid Yesus bernama Tomas atau Didimus (Si Kembar, yang tidak ditemukan kembaran-nya, ini hanya julukan karena ia punya pandangan yang beda). Entah kemana ia saat itu, sehingga tidak menyaksikan akan kedatangan Sang Guru, Yesus, yang telah bangkit itu kepada 10 murid. Ia tak percaya akan kebangkitan Yesus, walau ia bukan orang kemarin sore. Ia adalah murid yang telah bersama-sama kurang lebih 3 tahun. Kebangkitan dari kematian merupakan pokok bahasan yang bukan baru. Yesus telah berulang-ulang menyampaikan hal itu. Tapi itulah ia, Tomas, ada bersama dengan Yesus, tapi tak mengenal benar akan apa yang telah terjadi.

Yesus marah, sebel dan lainnya terhadap hal ini? Tidak. Sepertinya dengan kelembutan, 8 hari setelah peristiwa itu, Ia menyapa Tomas dan mempersilakan untuk menyentuh tanda bekas luka yang ada dalam diri-Nya. Apakah Tomas menyentuh-nya? Tidak ada penjelasan dalam ayat 27, tapi yang menarik adalah sikapnya yang memunculkan pengakuan iman yang sangat kuat dengan berkata: Ya, Tuhanku dan Allahku. Tercelikkan dengan sungguh-sungguh, tidak lagi hanya memori-memori kebersamaan selama ini yang ada dalam dirinya, namun Tomas telah diperbaharui dalam iman-nya kepada Yesus. Yesus adalah Tuhan sekaligus Allah-nya. Perjumpaan yang mengubahkan pengenalan akan Dia. Bagaimana dengan kita? Sudahkan juga seperti Tomas yang berkata: “Ya, Tuhanku dan Allahku”, yang ini bukan karena latah dan ikut-ikutan. Namun terjadi karena melihat dengan sungguh-sungguh Yesus yang bangkit itu.

Pdt. Elfriend P. Sitompul

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *