Dunia ini panggung sandiwara cerita-nya mudah berubah
Setiap kita dapat satu peranan yang harus kita mainkan
Ada peran wajar dan ada peran berpura-pura
Mengapa kita bersandiwara? Mengapa kita bersandiwara?
Banyak dari kita kenal bahkan bisa menyanyikan lagu ini dengan baik. Lagu yang menggambarkan bahwa setiap manusia memiliki peran yang harus dijalani, termasuk peran hidup dalam kepura-puraan. Mereka seolah hidup di dua alam dan memainkan peran dengan berbagai karakter. Satu saat berperan menjadi pribadi yang terlihat luhur dan agung, namun di waktu lain dapat menjadi pribadi yang jahat. Ironis! “Sebab orang yang mendua hati tidak akan tenang dalam hidupnya (Yakobus 1:8).”
Tidak sedikit pula orang Kristen yang saat di gereja terlihat begitu kudus, sopan dan terkesan seperti malaikat, namun begitu satu langkah keluar dari gereja, karakter aslinya muncul. Mengapa orang Kristen tidak bisa menampilkan kehidupan di luar gereja sama baiknya dengan saat berada di dalam gereja? Bahkan karakter asli-nya terlihat jelas dalam kehidupan berkeluarga-nya, yang mana istri, anak atau tetangga-nya sangat mengenal siapa dia sesungguhnya. Ya, adalah fakta bahwa ada begitu banyak orang Kristen yang masih hidup dalam kemunafikan (Matius 23: 28). Hari-hari ini ada banyak keluarga yang telah kehilangan esensi yang sesungguhnya, dimana rumah yang seharusnya menjadi tempat yang nyaman, penuh damai dan sukacita, tempat saling “menyembuhkan” luka setelah beban hidup sehari-hari, justru menjadi tempat tertumpuk-nya luka. Tidak jarang antar anggota keluarga timbul rasa ingin saling menyakiti baik secara fisik maupun verbal, mau menang sendiri, kehilangan perasaan hormat dan penghargaan.
Tema “Rumah-ku Gereja-ku” seharusnya mengejutkan kita semua sebagai orang percaya yang rajin beribadah. Rumah bukan berbicara sekedar bangunan fisik tetapi suasana hati atau kerohanian masing-masing anggota keluarga (bangunan karakter). Betapa indahnya jika suasana ibadah di gereja dapat selalu kita hadirkan pula di rumah. Ada beberapa pertanyaan crosscheck-nya: Apakah di dalam rumah kita masih ada: 1. ucapan syukur dan penyembahan kepada Tuhan (mezbah keluarga, intimasi dengan Tuhan, doa pribadi); 2.sapaan mesra, komunikasi yang cair dan lugas (Kolose 4:6a), 3. penerimaan tanpa syarat (kekurangan maupun kelebihan, berhenti mem-perbandingkan), 4. penghargaan (hal-hal sederhana tanpa harus istimewa saja), 5. rekonsiliasi, mengampuni dan melupakan (Mikha 7:19), 6. kasih (yang walaupun).
Di Bulan Keluarga ini kita kembali diingatkan untuk mengupayakan dengan kesungguhan hati hadirnya suasana rumah kita seperti saat kita beribadah di gereja sehingga tiap-tiap rumah tangga mampu menghadirkan sorga sejak masih di bumi ini, “datanglah kerajaanMu di bumi seperti di sorga” dan sorga itu ada di rumah kita. Amin.
Bpk. Agus Rijanto