You are My Brother and Sister (Kamu Saudara dan Saudari-ku)

(1 Timotius 5 : 1 – 8)

Ada beberapa istilah yang dapat menunjukkan kedekatan bahkan kedalaman relasi hubungan antara manusia dengan Tuhan. ‘Sahabat Allah’ (Yohanes 15 : 15 – 25), ‘anak Allah’ (Galatia 4:7) dan juga ‘saudara Tuhan’ (Matius 12 : 50). Dari hal ini paling tidak kita patut bersyukur bahwa kita bukan “jauh” atau sangat berjarak dengan DIA – Sang Pencipta dan Pemilik Kehidupan ini – melainkan “sangat dekat”. Ini patut menjadi rasa syukur yang harusnya selalu tertanam dalam diri kita. Tapi, keberadaan status itu tidak boleh hanya menjadi status semata-mata karena bagi DIA yang menempelkan status itu, DIA juga menghendaki pembuktian dari status yang diberikan tersebut.

Dalam Matius 12 : 50 ketika Yesus diperhadapkan dengan ibu dan saudara-saudara-Nya, Yesus memberikan pernyataan yang sangat mendalam: siapa itu saudara-saudara-Ku? Dan IA sendiri memberi jawab bahwa mereka yang melakukan kehendak Bapa-Nya yang di surga adalah saudara-Nya. Dari ayat ini dengan jelas tertangkap bahwa status harus mengikuti aksi nyata dan bukan sebaliknya. Ketika kita mengaku sebagai anak-anak Allah, orang-orang yang telah ditebus, pewaris, dsb maka pertanyaannya: apakah status itu telah mewujud dalam sikap dan perbuatan? Perbuatan yang tidak menjadikan kita ekslusif, tertutup dan hanya mau mendapatkan pelayanan saja. Tidak, sebaliknya kita menjadi komunitas yang saling mengasihi dan melayani satu dengan yang lain serta menganggap semua sebagai saudara dan saudari yang layak untuk disambut dan dikasihi tanpa ada perbedaan.

Tak ada manusia (kecuali Yesus) yang tak luput dari kesalahan. Mau muda ataupun tua, anak ataupun orangtua, bahkan hamba Tuhan sekalipun selalu bisa melakukan kesalahan. Ini adalah fakta yang sesungguhnya tidak dapat terbantahkan. Nah, sebagai orang percaya yang mengaku sebagai anak-anak Allah kita dipangggil untuk melihat kenyataan itu dengan sudut pandang yang baru, yaitu tetap menganggap orang yang salah itu sebagai saudara, namun bukan saudara yang buta dan dibutakan akan kesalahan, tetapi saudara yang tetap mengkoreksi segala kesalahan yang sudah terjadi untuk membawa orang tersebut kembali menjadi benar. Inilah yang juga sepertinya disampaikan oleh rasul Paulus dalam 1 Timotius 5 : 1 – 2. Orang yang lebih tua juga bisa kita tegor tapi dalam kasih.

Pdt. Elfriend Sitompul

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *