Renungan Minggu, 14 Agustus 2022
Lukas 23 : 34
Umumnya ada banyak alasan yang kita berikan saat diminta untuk mengasihi dan mengampuni orang yang bersalah kepada kita. Namun jika kita melihat teladan Yesus setidaknya ada satu alasan untuk mengasihi dan mengampuni dengan tanpa syarat, yaitu: karena mereka tidak sadar bahwa tindakan mereka menyakiti kita. “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” Dari doa tsb kita dapat menarik satu pelajaran penting mengenai pengampunan: kita dapat memaafkan orang yang menyakiti kita karena bisa jadi mereka tidak tahu apa yang telah mereka lakukan. Seringkali ketika seseorang menyakiti kita, reaksi kita adalah marah. Kita merasa bahwa orang itu seharusnya tahu bahwa tindakannya membuat kita terluka dan berharap ia akan datang meminta maaf. Namun tidak seperti itu yang Yesus teladankan. Ketika disalib, Ia bukannya turun dan menyuruh pasukan malaikat-Nya datang, membuat semua orang di sana terpana dan takut, hingga akhirnya tersadar dan meminta ampunan karena sudah salah menyalibkan Anak Allah. Tidak! Ia malah berdoa minta Bapa mengampuni mereka karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.
“Kasih yang memerdekakan” adalah: 1. Kasih tanpa syarat (Agape), 2. Kasih yang tidak menuntut dan tidak mengharapkan imbalan, 3. Kasih tidak bergantung pada keadaan dan suasana hati juga oleh orang lain (faktor eksternal). “Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamu pun benar-benar merdeka (Yohanes 8:36)” Kasih membuat kita merdeka secara rohani dan itu sifatnya kekal. Jika Kristus ada dalam kita maka kita akan merdeka untuk mengasihi apapun situasi dan kondisinya. Namun tidak sedikit orang yang meskipun hadir dalam gereja, tetapi mereka sebenarnya masih hidup dalam keterikatan luka dan pahit atas tindakan sesama kepada-nya. Ada satu syarat untuk kita dapat merdeka dalam mengasihi, yaitu: menjadi pelaku Firman. Kita sering mendengar Firman, namun jika Firman itu tidak masuk tertanam dalam hati kita, maka kita belum merdeka sepenuhnya.
Jemaat yang dikasihi, ada istilah “Character Building” lebih penting daripada “Body Building”, namun yang terpenting dan terutama adalah “Spiritual Freedom” (merdeka secara rohani) karena apabila kita mengalami kemerdekaan secara rohani, maka siapapun, apapun situasi dan kondisinya, kita tetap mengalami kemerdekaan yang sesungguhnya (sejati) dan kasih itu kekal untuk selama-lamanya. Tuhan Yesus memberkati.
Bpk. Ujang zeni Saepuloh