(Lukas 15 : 1-7)
Kita yang ada sekarang ini adalah produk pembentukan melalui keluarga, lingkungan, pendidikan, status sosial, dan lainnya lagi. Identitas ada karena adanya proses pembentukan tersebut tadi. Begitu juga kiranya kehidupan bangsa Israel. Mereka dibentuk dari perkataaan Allah yang menjadikan mereka umat pilihan (Ul 7:6; Maz 135:4; Roma 9:4-5). Rupanya perkataan akan menjadi mereka umat pilihan Allah yang dikasihi dan disayangi tidaklah dipahami dengan baik. Mereka menjadi umat yang eksklusif dalam merasa sebagai umat kudus.
Hal itu tertampakan dalam teks bacaan kita saat ini. Yesus yang terbuka kepada siapa saja, dalam hal ini para pemungut cukai dan orang berdosa, menerima mereka dengan sukacita bahkan dilihat pula oleh kaum Farisi, Yesus juga makan bersama mereka (1-2). Ini salah dan tidak benar dalam pemahaman akan kekudusan sebagai umat pilihan Allah. Yesus menunjukkan jalan yang baru kepada mereka dengan memberikan perumpaan tentang domba yang hilang. Ia justru mencari yang hilang tersebut dan meninggalkan yang lainnya (4).
Dari apa yang disampaikan Yesus ini ada sepertinya hal baru dalam kekudusan umat pilihan Allah. Kasih Allah berlaku dan bernilai bagi siapa saja, dalam hal ini para pemungut cukai dan orang berdosa. Mereka kaum Farisi hidup dalam eksklusivisme namun Yesus menawarkan jalan Inklusivisme yaitu sikap yang terbuka dan menerima siapa saja termasuk orang berdosa, kaum tertolak untuk dilayaniNya dengan penuh sukacita (6-7). Itulah Yesus, Tuhan kita selalu memberikan sudut pandang yang baru dalam melihat dan menjalani hidup. Maukah kita menirunya dengan sungguh-sungguh?, kiranya waktu yang ada dapat memberikan jawab.
Pdt. Elfriend P. Sitompul