Renungan Minggu, 10 April 2022 (Minggu Palmarum)

Lukas 7 : 36 – 50

Setiap kita mungkin pernah bertanya dalam hati: “Seberapa besar dosa yang sanggup dan mau Tuhan ampuni?” “Apakah Tuhan akan mengampuni dosa saya yang begitu besar?” Tidak jarang rasa bersalah dan malu inilah yang menghambat seseorang mengalami pertobatan. Jangan-jangan Tuhan tidak mau mengampuni dosa-ku. Dan seiring berjalannya waktu bukan pertobatan yang dipilih malah semakin jatuh dalam dosa dan semakin sulit kembali ke jalan yang benar. Apalagi komunitas sekeliling bukannya mendorong untuk berhenti malah semakin menjerumuskan. Kalau berbuat dosa jangan nanggung, sudah kepalang bejat, dosamu terlalu besar belum tentu diampuni, jangan tobat dulu hidup cuma satu kali, dinikmati aja, dsb. Tapi jauh di dalam hati mereka, ada rasa gundah mengharapkan jawaban atas sebuah misteri kehidupan, bagaimana kelak kehidupan saya nanti di kekekalan?

Sesungguhnya dosa telah menguasai seluruh kehidupan manusia dan tidak ada satupun manusia (sebaik apapun ia) sanggup menghindar dari kebinasaan-nya. Kematian Tuhan Yesus di kayu salib lah yang mematahkan cengkeraman iblis atas seluruh manusia. Ia-lah Kurban Agung yang menanggung dosa dunia. Karena pengorbanan-Nya, kita diampuni dan beroleh hak untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Setiap kita butuh pengampunan. Kita tidak mampu menyelesaikan masalah dosa sendirian. Syukur pada Allah, sebesar dan semerah apapun dosa kita, Tuhan sanggup mengampuni (Yesaya 1 : 18).  Tuhan hanya butuh hati yang hancur (Mazmur 51: 19), hati yang mau dibentuk seperti perempuan yang mengurapi Yesus ini. Ia tidak datang meminta ampunan, ia datang karena kasih-nya namun Tuhan tahu apa yang diperlukan-nya: ia perlu bebas dari keterikatan akan dosanya, ia butuh pengampunan dan Yesus pun berkata : “dosanya yang banyak itu telah diampuni”.

Pengampunan yang kita terima memampukan kita menapaki hidup yang lebih berarti. Pengampunan yang Dia beri menyembuhkan dan memulihkan kita, bahkan lebih dari itu: kita sanggup menang atas dosa-dosa kita. “Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang”. Pengampunan yang Tuhan beri sudah seharusnya kita balas dengan kehidupan yang menyukakan hati Bapa. Jangan lagi kasih dan kebaikan-Nya justru kita jadikan lisensi untuk terus menerus hidup dalam dosa. Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa (Galatia 5 : 13) bahkan sampai akhirnya kita mendukakan dan menghujat Roh Kudus (Lukas 12:10) yang akan membawa kita pada kebinasaan kekal. Mari! Tuhan Yesus memberkati. Amin.

Bpk. Agus Rijanto

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *