Yohanes 5:1-14
Dunia menawarkan banyak cara memberi pertolongan bagi manusia yang membutuhkan pertolongan dari berbagai macam beban hidupnya, wajar saja karena manusia, dirinya terbatas dan banyak kekurangan. Demikian juga halnya orang-orang percaya tak lepas dari kebutuhan akan pertolongan. Yang menjadi persoalan adalah kepada siapa dan apa nilai sejatinya pertolongan itu bagi kita orang percaya. Pengalaman orang sakit lumpuh selama 38 tahun yang mendapatkan mujizat kesembuhan dari Tuhan Yesus (Yohanes 5:1-14) menjadi suatu pelajaran yang menarik, bagaimana menemukan pertolongan sejati.
Dari perikop tersebut, kita mendapat pelajaran:
Pertama, tetap menyadari kehadiran Tuhan, di tengah tawaran pertolongan semu. (ayat 1:5). Di awal perikop, menerangkan orang yang terbaring di atas tilam tersebut nampaknya mengikut kebiasaan orang-orang yang mencari kesembuhan secara sinkristik. Kata Betesda berasal dari beth dan esda yang berarti rumah kebaikan dan kemurahan. Diyakini sebagai tempat untuk mengharapkan belas kasihan/pengobatan alternatif dari dewa Asclepius. Dalam teks itu juga dituturkan bahwa sewaktu-waktu malaikat Tuhan menggoyangkan airnya, untuk memberikan kesempatan para penderita terjun dan mendapatkan kesembuhan. Ini sangat mungkin kepercayaan orang-orang Yahudi yang memadukan praktik keyakinan kekafiran dengan keyakinan hadirnya utusan ilahi sebagai penolong. Sedihnya orang lumpuh itu yang selalu gagal mendapat pertolongan. Namun, di sisi lain Tuhan Yesus “menyusup” hadir diantara mereka dan mencermati si lumpuh itu.
Kedua, meyakini pertolongan-Nya yang tak terduga, di tengah ketiadaan dukungan. (ayat 6-9). Kendatipun orang lumpuh itu tetap berpengharapan, namun dia tidak menemukan kepedulian, topangan, dan bantuan dari orang-orang disekitarnya untuk meraih goyangan air di kolam itu. Syukurlah Tuhan mengamati pergumulannya, belas kasihan dan kemurahan-Nya terlalu kuat untuk menyentuh orang-orang seperti itu. Inilah misi-Nya Sang Mesias yang dijanjikan itu. (Yesaya 61;1-2 bdn Luk. 4:17-20).
Ketiga, memahami bahwa pertolongan-Nya, merupakan panggilan untuk percaya ke-Mesias-an dan hidup kekal dalam-Nya. (ayat 10-15). Disayangkan orang lumpuh yang disembuhkan itu tidak memberi perhatian serta pengenalan akan Tuhan Yesus sang penyembuhnya. Dia tidak bisa menjawab ketika orang-orang Yahudi menanyakan identitas yang menyembuhkan dan menyuruh mengangkat tilamnya pada hari Sabat itu. Karena hal itulah, Tuhan Yesus memarahinya dengan berkata: “Engkau telah sembuh; jangan berbuat dosa lagi, supaya padamu jangan terjadi yang lebih buruk lagi.” (ayat 15). –Pertolongan-Nya adalah panggilan untuk percaya akan rencana dan kemuliaan-Nya. Jadi mendapat pertolongan atas pergumulan hidup kita, bukan gol utama mengapa Tuhan Yesus menolong kita. Sasaran utama dari pertolongan dan kemurahan-Nya adalah panggilan untuk beriman dan mempercayai kerajaan-Nya.
Aplikasi dan refleksi: Dari narasi tersebut, kita belajar untuk meyakini, mencari, dan memahami pertolongan Tuhan sebagai sumber dan dasar menghadapi berbagai persoalan. Waspadailah tawaran-tawaran pertolongan dan kemurahan yang menghancurkan hidup penyandaran kita pada Tuhan Yesus! Juga, jangan lupa bahwa pertolongan, kesembuhan, berkat-berkat kebaikan Tuhan bukan untuk menambah gengsi kerohanian kita! Namun, itu semua menjadi panggilan bagi kita untuk semakin beriman percaya pada pribadi dan kemuliaan Tuhan Yesus. Amien. (Den’Mik).