Bahan Diskusi (15 menit):
- Di tengah padatnya orang sakit yang ada di sana, mengapa Yesus memilih mendatangi orang lumpuh 38 tahun? Apa yang ia punya sehingga Yesus tertarik?
- Jika Allah secara personal bertanya pada Anda ‘maukah engkau sembuh (ayat 6), apa jawab Anda? Percayakah Anda bisa sembuh walaupun telah sakit menahun?
- Mengapa seseorang bisa sakit, bahkan menahun? Apakah ada hubungan antara penyakit dengan dosa sehingga Yesus berkata, “engkau telah sembuh, jangan berbuat dosa lagi, supaya padamu jangan terjadi yang lebih buruk (ayat 14)?
- Manakah yang Anda biasa harapkan: kesembuhan dari Bethesda atau dari Yesus yang ‘menyusup’ dan ‘terabaikan’?
Pengantar Firman (10 menit):
Tidak ada yang diharapkan oleh orang sakit lebih daripada kesembuhan. Bahkan tidak sedikit pula orang yang rela menukar semua harta-nya demi sebuah kesembuhan. Buat apa seseorang memiliki harta melimpah tapi terbaring tidak berdaya di ranjang orang sakit? Apa gunanya punya uang banyak, bahkan mampu membeli semua makanan ter-enak di dunia, jika hanya boleh makan bubur tanpa garam setiap harinya? Ya, betapa bersyukurnya mereka yang bisa beraktivitas sehari-hari tanpa harus minum obat yang segenggam jumlah-nya itu setiap hari-nya. Dan di jaman serba instan sekarang ini, tempat praktek dokter yang paling ramai dikunjungi pasien adalah ia yang ‘cocok’ obat-nya, yang begitu si pasien melihat dokter-nya, langsung berasa sudah sembuh. Dokter dengan tingkat kesembuhan yang ‘buruk’ serta obat yang ‘lama’ sembuh-nya pasti ditinggalkan oleh pasien-nya. Hal ini hanya membuktikan bahwa tidak ada seorang pun yang mau dan suka sakit, apalagi harus berlama-lama. Semakin cepat ia bisa sembuh, semakin baik. Dan dalam tingkat tertentu, uang akan semakin tidak penting dibandingkan dengan kesembuhan.
Tanyakanlah rasanya mengalami kesembuhan kepada perempuan penyakit pendarahan 12 tahun yang menjamah jubah Yesus, dimana ia telah berulang-ulang diobati oleh berbagai tabib sampai habis semua harta yang ada padanya, tanpa membaik bahkan keadaannya semakin buruk (Markus 5:26). Atau kepada Naaman, sang panglima raja Aram yang harus rela pergi jauh dari Damsyik ke Samaria hanya untuk mencari Elisa, mandi 7 kali di Sungai Yordan demi sembuh dari kusta? Jarak bukanlah masalah, harta pun bukanlah masalah — yang terpenting adalah penyakit yang ada di tubuh ini boleh segera pergi dan tidak ‘menempel’ serta ‘bersarang’ terus.
Atau relevan dengan dunia kita sekarang, ada banyak orang Indonesia sampai rela pergi ke Singapura, USA, dsb demi mendapatkan pelayanan kesehatan terbaik. Apa yang mereka cari? Di sisi lain, jika orang divonis terkena CA (kanker) stadium akhir atau penyakit dengan chance bertahan hidup tipis, tidak sedikit pula yang langsung hilang hope (pengharapan) — mendadak segala-nya madesu (masa depan suram) seolah-olah telah dijatuhi vonis mati.
Pertanyaan untuk Direnungkan (10 menit):
- Dimanakah Allah waktu kita sakit?
- Apakah Allah peduli terhadap penyakit kita? Atau tuduhan lebih jahat lagi, apakah Allah ‘mengirimkan’ penyakit pada kita sebagai hukuman atas dosa kita?
- Bolehkah kita berharap pada ‘Bethesda’ dan di saat yang sama berharap pada Allah? Bahwa Allah memakai “bethesda’ untuk kesembuhan kita?
- Jika Anda ada di posisi pasien yang sakit menahun dan butuh kesembuhan, langkah-langkah apa yang akan Anda lakukan?
Kesimpulan (25 menit)
Menuduh Tuhan mengirimkan penyakit pada kita sebagai ujian, teguran bahkan panggilan pertobatan untuk kita kembali datang mendekat kepada-Nya itu sepertikita menyamakan Dia dengan ‘oknum’ tukang tambal ban yang menyebar paku di jalanan radius kisaran tempat mangkal-nya dengan harapan ketika ada ban yang bocor karena-nya, ia didatangi dan dapat pemasukan. Ia yang menebar paku, ia pula yang menambal ban-nya. Yang jika pakai analogi tsb dalam hal penyakit, itu sama seperti ‘menuduh’ Allah bahwa Allah yang memberi kita penyakit dan Ia juga yang ingin menyembuhkan – dan itu sungguh menempatkan Pribadi Allah dalam sudut pandang bahwa Ia picik dan mencari kemuliaan untuk diriNya sendiri.
Apabila seorang dicobai, janganlah ia berkata: “Pencobaan ini datang dari Allah!” Sebab Allah tidak dapat dicobai oleh yang jahat, dan Ia sendiri tidak mencobai siapa pun. Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa, dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut. Saudara-saudara yang kukasihi, janganlah sesat! Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang, padaNya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran (Yakobus 1:12-17).
Dalam banyak kali, kita sakit selain karena dunia yang memang sudah jatuh ini dimana bakteri, kuman bahkan dijadikan bisnis oleh kerakusan manusia, juga karena pola hidup yang salah. Selain itu, kita pun dapat sakit karena kita tidak in line dengan nilai-nilai Kerajaan Allah. Tuhan ingin kita memaafkan orang lain, tidak pemarah, tidak kuatir, tidak pahit hati, tegar menghadapi apapun, tidak memberi ruang bagi kesedihan berlarut-larut, tapi kita terus melakukan-nya, dan itu membuat spirit kita polluted, dan itu terpancarkan juga melalui fisik kita. Atau jika kita mau menerimanya, memang ada korelasi yang kuat antara dosa dengan maut (kematian) – yang mana ketika seseorang melakukan pelanggaran terhadap hukum Allah, konsekuensinya pun berarti kematian mulai masuk ke kehidupan-nya, dimulai dari ‘kematian kecil’ sel-sel tubuh (dinamakan sakit) hingga mati fungsi anggota tubuh, yang jika diteruskan akan menuju ‘mati paripurna (death)’ dan itu memang membutuhkan pertobatan, berhenti berbuat pelanggaran lagi dalam proses kesembuhan-nya (Yohanes 5:14).
Peristiwa Bethesda sungguh menggambarkan bagaimana hati Allah melalui Tuhan Yesus mau ‘blusukan’ mencari orang-orang yang sakit. Ia bukan Allah yang duduk diam di surga sana, ‘menikmati’ bahkan ‘hidup’ karena ada banyak doa-doa yang dialamatkan kepada-Nya (gods versi-nya Marvel: Thor Love and Thunder). Tidak! Sakit penyakit kita bukanlah “hiburan bagi telinga-Nya”. Yesus hadir untuk membuat orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan, orang sakit disembuhkan dan orang kerasukan dilepaskan. Dimana ada Roh Allah, di situ ada kelepasan. Setiap ‘kuncian’, kungkungan, penjara si jahat harus dihancurkan. Kemana pun Yesus pergi, di tempat itu pasti ada pemulihan dan kesembuhan. Tapi ada hal yang Yesus perlu dapati, yaitu: iman sebesar biji sesawi saja. Tidak perlu besar, asalkan masih ada sedikit iman saja, perjumpaan dengan Allah yang benar, akan menumbuhkan iman yang awalnya kecil tsb menjadi pohon besar, menjadi iman yang mampu mengguncang surga, menghadirkan mujizat dan pemerintahan Allah di bumi seperti di surga.
Ya, orang yang lumpuh 38 tahun ini – dalam segala keterbatasan-nya, masih percaya dan masih berpikir bahwa suatu hari nanti, pasti akan ada giliran dia yang masuk pertama kali ke kolam terguncangkan itu. Satu kali air bergejolak, ia coba nyebur, tapi ternyata kalah sama yang lain. Tidak putus harapan, ia kembali menunggu. Bergejolak lagi, nyemplung lagi, kalah lagi, coba lagi. Penulis membayangkan itu bukan kali pertama dia keluar masuk air kolam dan gagal (karena lumpuh dan kalah cepat). Namun, ia tetap setia menunggu di sana, walaupun tanpa support dan dasar untuk berharap. Yesus melihat itu dan itu menarik perhatian-Nya.
Bethesda memang dapat menyembuhkan, tapi terbatas dan bersyarat (hanya 1 orang tercepat) dan bahkan sekarang Bethesda itu sudah ‘tutup’, tidak ada lagi. Tapi sesungguhnya ada Allah yang terbuka non-stop, tidak terbatas tapi juga bersyarat: adakah ditemukan-Nya iman di dalam kita? Adakah hati yang percaya kepada-Nya bahwa Ia adalah Jehovah Rapha – Allah yang menyembuhkan? Tuhan Yesus memberkati.