Kasihilah Sesama-mu (Roma 13 : 8 – 10)
Bahan Diskusi (15 menit):
- Apa kerinduan Anda atas Indonesia di HUT-nya yang ke-77 ini?
- Sebagai warganegara yang baik, sebutkan contoh riil Anda mengasihi bangsa ini?
- Apa peran serta Anda sebagai orang percaya mewujudkan Indonesia yang berdaulat, adil dan makmur?
- Yesus berfirman, “love your neighbour (kasihilah tetangga-mu – terjemahan bebas)”. Siapakah ‘tetangga’ Anda? Sudahkah Anda mengasihi-nya?
Renungan Firman (10 menit):
Bulan Agustus ini kita memperingati hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-77, sebuah momentum yang tepat untuk membangun rasa kebangsaan kita — mengasihi negeri dan bangsa ini dengan segala keberadaan kita. Ada banyak kerinduan anak bangsa untuk melihat Indonesia maju dan disegani, bahkan Yayasan Indonesia Forum mencetuskan ‘Visi Indonesia 2030’ dimana pada 2030 nanti Indonesia diharapkan telah menjadi negara demokrasi dewasa dengan neraca perdagangan positif, pendapatan per kapita 11-14 juta/bulan, jumlah penduduk miskin rendah, swasembada pangan dan menjadi global player yang diperhitungkan di dunia, setara AS, China, Rusia dan Eropa, dsb. Sebuah visi yang besar dan layak diperjuangkan.
Tapi bukankah waktu terus berjalan dan hal-hal tsb terlalu besar untuk kita kerjakan — si satu orang dari sekian juta penduduk Indonesia? Apa yang bisa seorang kita lakukan untuk berdampak secara nasional? Kita bukan lah atlet olahraga yang meraih juara pertama tingkat internasional untuk lagu “Indonesia Raya” dikumandangkan, membawa harum nama Indonesia di pentas dunia. Kita juga bukan petinggi negara dimana kebijakan kita begitu strategis dan berpengaruh besar terhadap gerak langkah kehidupan berbangsa dan bertanah air. Kita juga bukan pengusaha tajir yang bisa menghasilkan uang begitu limpah, membuka lapangan kerja sebanyak-banyaknya bahkan mungkin membagi-bagikan harta demi kesejahteraan rakyat. Kita tidak ada dalam posisi itu. Jadi hal apa yang bisa kerjakan?
Adalah baik jika kita bercita-cita untuk terus menaikkan level diri hingga ke tingkat nasional, mulai dari level lokalitas tingkat kota, naik ke tingkat provinsi, lalu naik lagi ke tingkat nasional bahkan dunia, sebuah prestasi individu yang luar biasa. Tapi visi besar tidaklah bisa dijangkau oleh prestasi seorang individu saja. Visi besar hanya bisa digapai melalui kegerakan (movement), dimana secara bersama-sama orang bergerak serentak ‘membeli’ visi tsb, mengubah visi yang awalnya ada di awang-awang menjadi mimpi bersama (common dream) dan di situlah kegerakan akan menjalar dan menulari sekelilingnya. Dan kegerakan itu bermula dari hal yang sifatnya sederhana namun universal, bisa ‘dibeli’ oleh semua orang dari berbagai golongan, kaya, miskin, besar, kecil, kelompok suku agama apapun, tidak eksklusif milik satu kelompok tertentu, dan hal itu adalah “kasih”.
Pertanyaan untuk Direnungkan (10 menit):
- Bagaimana cara kita menyatakan kasih ke sekeliling kita?
- Siapakah objek kasih kita? Adakah syarat dan ketentuan untuk kita mengasihi sekeliling kita? Siapa sajakah yang boleh kita kasihi?
- Atas dasar apa kita mengasihi mereka? Apakah cadangan kasih kita cukup untuk mengasihi sebanyaknya orang? Atau kita hanya mengasihi orang tertentu saja?
- Annoying neighbour – tetangga yang menyebalkan. Bagaimana cara kita berurusan dengan tetangga yang menyebalkan?
Kesimpulan (25 menit)
Januari 2022 lalu ketika Rusia-Ukraina memanas, Presiden Jokowi berkata, “dunia sedang tidak baik-baik saja. Semua takut!” Dan itu kembali digaungkan oleh Menkeu Sri Mulyani akhir Juli lalu “dunia sedang tidak baik-baik saja. Perang Rusia-Ukraina, perang di Eropa sebelah sana dampaknya ke seluruh dunia. Krisis pangan, krisis energi.” Ya, negara tetangga (neighbouring countries) yang harusnya serumpun dan saling bekerjasama sekarang sedang saling bertikai dan berperang. Akan tetapi kondisi ‘dunia sedang tidak baik-baik saja’ sesungguhnya tidak hanya terjadi saat ini saja. Saat Rasul Paulus menulis Surat Roma pun kondisi dunia saat itu sedang tidak baik-baik saja, khususnya bagi orang percaya.
Bangsa Yahudi adalah bangsa yang terkenal fanatik terhadap ke-Tuhan-an YHWH-nya. Mereka pantang menyembah allah lain bahkan mereka sampai melabeli mereka yang tidak menyembah YHWH sebagai “kafir” dan mereka menolak bergaul dengan mereka. Lihatlah bagaimana sanksi sosial kepada Yesus ketika Ia bercakap-cakap dengan perempuan Samaria di Sumur Yakub (Yohanes 4:9), juga bagaimana Petrus awalnya menolak untuk masuk bertamu ke rumah Kornelius, perwira pasukan Romawi, golongan orang-orang tidak bersunat (Kis 11:3). Ya, ke-eksklusif-an tsb lah yang justru membuat mereka menjadi “objek pengalihan isu” jika ada sesuatu yang buruk terjadi, termasuk pembakaran kota Roma oleh Nero, tapi disalahkan ke orang Yahudi. Banyak orang Kristen disiksa, dibakar hidup-hidup dan dijadikan obor penerang di malam hari, dijadikan makanan binatang buas dan anjing ganas, dsb. Mereka hidup di tengah lingkungan tetangga yang menyebalkan, yang menganggap mereka sebagai orang yang harus dimusuhi. Mereka juga ada di bawah pemerintahan yang korup. Ya, dunia gereja mula-mula pun sedang tidak baik-baik saja.
Tapi Paulus melanjutkan gerakan (movement) yang digaungkan Allah berabad-abad sebelumnya sejak jaman Taurat Musa. “Janganlah engkau menuntut balas, dan janganlah menaruh dendam terhadap orang-orang sebangsamu, melainkan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri, Akulah TUHAN (Imamat 19:18)” – sesuatu yang kembali diangkat oleh Tuhan Yesus beberapa tahun sebelumnya (Matius 22:39). Sebuah gerakan dari akar rumput, dimulai dari orang-orang percaya, yang mau menghidupi teladan Kristus, mengasihi mereka yang bahkan menyalibkan dan menolak-Nya. Mereka memang awalnya orang Yahudi yang tidak mau bergaul dengan golongan tidak bersunat, tapi Kekristenan telah mengubah mereka. Mereka tidak lagi melihat sebatas orang Yahudi ataupun non Yahudi, melainkan sebagai ciptaan baru, orang Kristen (pengikut Kristus), warganegara surgawi. Dan mereka memiliki natur “mengasihi sesama mereka” terlepas dari apapun perlakuan terhadap mereka.
Bagaimana dengan kita? Maukah kita terus menghidupi kegerakan (movement) kasih kepada sesama ini? Bukankah dunia sedang sangat membutuhkan hal tsb? Tidak perlu menunggu kita menjadi petinggi atau orang hebat terlebih dahulu untuk mengasihi tetangga kita dan membuat perubahan? Bukankah di sekeliling kita ada banyak tetangga, entah mereka menyebalkan ataupun menyenangkan, tapi perintah TUHAN dimulai dari ‘kasihilah tetanggamu seperti dirimu sendiri’ dan itu bisa dimulai dengan saling bertegur sapa, memberikan gift makanan, mengunjungi bahkan arisan RT. Jika bulan lalu kita sudah memulainya dalam scope kecil, keluarga inti kita. Alangkah baiknya, jika kita melangkah lebih jauh lagi dengan memperbesar scope kita dengan mulai memulihkan hubungan kita dengan tetangga sekeliling atas dasar kasih Kristus. Bukankah itu adalah hal yang sangat mungkin dikerjakan dan sangat praktis? Yo bisa yo. Kita pulihkan rasa kebangsaan kita dengan mulai memperhatikan tetangga sekeliling kita yang kelihatan, sebagai dasar kita mengasihi Tuhan kita yang tidak kelihatan. TUHAN memberkati. Amin.