Dashyat dan Ajaib Kejadian-ku (Mazmur 139 : 14)
Bahan Diskusi (15 menit):
- Sudahkah Anda menemukan arti keberadaan diri Anda di dunia ini? Mengapa Anda hadir di dunia ini?
- Sudahkah Anda menemukan penghargaan dan kebanggaan diri diciptakan dalam wujud rupa dan gambar Anda sekarang?
- Apa masih ada kekurangan dalam cara Allah menjadikan Anda?
- Manakah yang lebih berbahagia: Anda atau bayi yang tidak pernah dilahirkan?
Renungan Firman (15 menit):
Baru-baru ini ada dua peristiwa yang cukup menarik terjadi di Indonesia. Pertama, artis transgender senior berwasiat ingin dimakamkan sebagai perempuan jika meninggal nanti. Sontak hal ini menimbulkan polemik di kalangan para rohaniawan dimana sebagian besar berpendapat bahwa ia harus dimakamkan berdasarkan jenis kelamin saat dilahirkan (laki-laki). Kedua, mantan pramugari yang mengembalikan uang korupsi senilai 647.85 juta. Tapi kehebohan terjadi bukan karena nominal uangnya melainkan karena perubahan penampilan fisik-nya yang begitu kontras hasil operasi plastik dimana nyaris tidak ada bekas sisa wajah lama-nya.
Ya, ibarat cerita “si Gagak ingin menjadi Angsa” dimana ia ingin berbulu putih dan tinggal di sekitar danau. Maka sejak saat itu, ia meniru semua tingkah laku yang sering Angsa lakukan. Ia ikut mandi di danau, kemudian ikut terbang mengitari danau dan makan makanan yang dimakan Angsa. “Aku yakin kalau semuanya dilakukan dengan sungguh-sungguh, aku pun bisa menjadi seperti Angsa”, pikir si Gagak dengan yakin. Namun setelah berhari-hari si Gagak mencoba makan yang biasa dimakan Angsa, ia malah jadi sakit perut karena makanan si Angsa tidak cocok dengan perutnya. Begitu pula saat ia sering berendam di dalam air, lama-lama ia jadi sering sakit karena kedinginan. Akhirnya si Gagak pun sadar bahwa adalah terbaik menjadi diri sendiri sesuai dengan kodrat yang TUHAN tetapkan.
Nabi Yeremia pun bertanya, “dapatkah orang Ethiopia mengubah kulitnya atau macan tutul menghilangkan bintik-bintiknya? Mana mungkin engkau yang biasa berbuat jahat akan berbuat baik (Yeremia 13:23)? Ya, dengan kata lain: orang tidak dapat merubah natur-nya. Jika ia ingin merubah natur-nya, maka segala sesuatu tentang ‘self’ (diri)-nya pun akan turut hilang. Ia akan menjadi pribadi yang berusaha menjadi ‘sesuatu’ dan bukan bersyukur telah dijadikan ‘sesuatu. ‘Remember Who You Are’ adalah sebuah epic scene dalam Film Lion King dimana Mufasa (Raja Rimba) berpesan pada anaknya, “Kamu telah melupakan siapa dirimu sehingga kamu pun melupakan aku. Lihatlah ke dalam dirimu, Simba. Kamu lebih daripada apa yang saat ini kamu telah menjadi. Kamu harus ambil posisimu dalam Lingkaran Kehidupan. Ingatlah siapa kamu yang sesungguhnya. Kamu adalah anak-ku dan raja yang sesungguhnya. Ingat!”
Pertanyaan untuk Direnungkan (10 menit):
- Adakah yang salah dilahirkan sebagai laki-laki atau perempuan?
- Adakah yang tidak pas waktu TUHAN menenun kita dalam rahim ibu kita?
- Apakah seharusnya hidung kita lebih mancung, mata kita lebih lebar, dagu kita lebih tirus, rambut kita tidak keriting, kulit kita lebih putih, dan kita lebih tinggi?
- Dimanakah letak kesalahan-nya? Beranikah kita menuding TUHAN bahwa Ia salah menjadikah kita seperti ini? Atau kepada siapakah kita harus melempar tudingan tsb? Orangtua kita karena kita mewarisi form mereka, lingkungan kita, atau … ?
Kesimpulan (20 menit)
Nick Vujicic seharusnya menjadi orang yang paling tepat untuk menyalahkan Allah atas segala kejadian-nya. Ya,diakuinya bahwa ia sempat mengalami banyak kali masa-masa sulit karena terlahir tanpa lengan dan kaki, bahkan ada saat dimana ia memutuskan hendak bunuh diri, mengakhiri hidupnya lebih cepat sebab ia tidak melihat ada sesuatu yang baik dalam dirinya sampai akhirnya ia melihat Allah, bagaimana Allah fearfully and wonderfully menenun-nya dan menjadikan-nya.
‘Fearfully’ adalah kata yang paling tepat untuk menggambarkan bagaimana seorang dokter bedah ahli begitu berhati-hati melakukan tindakan bedah presisi dimana ia sama sekali tidak dapat berbuat kesalahan, zero tolerance. Satu kesalahan kecil saja dapat membuat pasiennya berada dalam risiko kematian. Ya, kata itu pula lah yang dipakai Pemazmur dalam proses penciptaan setiap kita oleh Allah sendiri – begitu teliti, begitu detail, tanpa ada kesalahan sedikit pun dari pihak-Nya.
Sementara ‘wonderfully” dipakai paling pas dalam penggambaran cara kerja seorang pelukis dalam menghadirkan karya masterpiece-nya. Ia telah memikirkan sebuah konsep brilian dalam benaknya untuk kemudian masuk ke bagian pembuatan dimana di setiap jeda waktu, ia akan terus berpikir, “bagian mana yang masih kurang? Hal apa yang perlu ditambahkan untuk membuatnya semakin sempurna? Baiknya seperti apa lagi ya? Jika kira-kira ditambahkan ini, jadi tambah asik ga ya? Atau justru terlalu over dan norak, dll”. Allah memikirkan setiap detail penciptaan kita dengan segala hikmat-Nya yang luar biasa untuk menghasilkan karya masterpiece-Nya. Ya, kita adalah masterpiece-Nya Allah. Remember who you are.
Si jahat terus berusaha menanamkan kebohongan dalam pemikiran kita, ia pun terus memberikan kita definisi-definisi yang salah tentang siapa kita sehingga kita stuck dan invalid, terpasung oleh rantai besi, terbelenggu segala potensi-nya. Lumpuh seperti orang yang tidak berdaya dan harus digotong oleh empat orang naik atap bertemu Yesus. “Kepadamu Kukatakan, bangunlah, angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu!” Dan orang itu pun bangun, mengangkat tempat tidurnya dan pergi ke luar di hadapan orang-orang itu, sehingga mereka semua takjub lalu memuliakan Allah, katanya, “Yang begini belum pernah kita lihat” (Markus 2 : 1 – 12). Vujicic berkata, “Saya percaya jika Allah tidak memberimu sebuah mujizat, kamu adalah mujizat itu sendiri untuk keselamatan orang lain. Adalah sebuah kebohongan untuk berpikir bahwa kamu tidak cukup baik, kamu sama sekali tidak berharga. TUHAN tidak akan mengijinkan sesuatu terjadi dalam hidupmu jika itu bukan untuk kebaikanmu. TUHAN memakai hidupku hanya sebagai salah satu contoh tentang bagaimana IA dapat memakai seseorang tanpa lengan dan kaki untuk menjadi tangan-Nya dan kaki-Nya.”
Jemaat yang dikasihi Tuhan. Di tengah dunia yang selalu mencoba mendefinisikan ulang setiap nilai keberhargaan diri seseorang dengan takaran kecantikan, harta, kemewahan, dsb — adalah baik jika kita mengambil waktu keluar dari kebisingan tsb dan bertanya pada Tuhan secara pribadi: “Ya, Tuhan. Aku lelah mengejar titel “normal” menurut kata orang. Aku lelah berusaha menjadi “sesuatu” untuk memenuhi tuntutan ideal mereka tentang sebuah keberhargaan diri. Aku ingin mendengar apa definisi-Mu tentang aku dan itu cukup. Aku ingin disadarkan terus dengan perkataan “Remember who you are. You are My son, the son of the True Living God, God Almighty. Amin”.
Bpk. Alvin Su