Bahan Komsel

Kita adalah Sesama Manusia (Roma 13 : 8 – 10)

Bahan Diskusi (15 menit):

  1. Siapakah ‘sesamaku manusia’ (Lukas 10 : 29)?
  2. Bagaimana cara mengasihi ‘sesamamu manusia’ (Lukas 10:27)?
  3. Kepada siapakah kita harus berbuat kasih (Matius 5:46)?
  4. Kasih seperti apakah yang harus kita bagikan kepada sesama (Lukas 6:32-35)?

Renungan Firman (15 menit):

‘Liar’ adalah istilah yang tepat untuk menggambarkan hiruk pikuk kehidupan di dunia ini. Seumpama lalu lintas yang sudah ditata rapi lengkap dengan segala rambu dan aparat penegakan hukumnya, namun tetap saja selalu ada orang yang tidak tertib dan akhirnya merugikan bahkan mencelakakan orang lain – begitu juga lah fakta tentang dunia sekitaran kita. Sudah berusaha hidup benar, jalan sesuai koridor, taat dan patuh pada setiap aturan yang ada, sadar diri dan menghormati hak orang lain tapi tetap saja selalu ada pribadi-pribadi nyeleneh, yang karena ketidaktertiban dan ketidakbenaran hidupnya, lantas ‘menabrak’ bahkan mencelakakan hidup kita. Contoh praktisnya adalah: kita telah mengemudi sesuai jalur, namun mendadak ada pengendara mabuk melintas lawan arah, menerobos lampu merah dan menabrak kita. Dia-nya minta maaf dan pergi, kita terkapar kritis dan mengalami cacat permanen seumur hidup. Orang lain yang tidak tertib, tapi kita yang jadi korban ketidaktertiban dan ketidakbenaran hidup mereka. It’s a wild world.

Lagi, kita telah berusaha menjaga hati ini dengan segala kewaspadaan, menjadi orang yang toleran, dsb. Tapi kemudian, muncul orang-orang yang ga ada angin, ga ada ujan tau-tau mengeluarkan ujaran kebencian serta label ‘kafir’, ‘aseng’, ‘pro-setan’ bahkan melakukan tindakan penganiayaan dan penjarahan. Kita yang bisa menerima perbedaan dan berpikiran terbuka justru menjadi korban dari mereka yang berpikiran kerdil dan jahat “gpp lah kita jarah harta orang kafir ini, ga dosa”. Kita yang bekerja keras menabung dan mengumpulkan, mereka yang karena iri dan jahat dalam waktu sesingkat-singkatnya mengambil dan merebutnya. Kita jadi susah bukan karena kesalahan dan kebodohan diri sendiri, tapi justru karena ada orang lain yang ‘susah liat kita senang dan senang liat kita susah’.

Raja Daud pernah menuliskan: Bahkan sahabat karibku yang kupercayai, yang makan rotiku, telah mengangkat tumitnya terhadap aku (Mazmur 41:10). Juga seorang lain pernah berkata, “lebih baik saya pelihara anjing ketimbang memberi ‘makan’ sesama manusia, sebab anjing tahu siapa yang beri dia makan dan tidak akan menggigit tangan-nya, tapi manusia? Meskipun berkali-kali ditolong, begitu ada kesempatan, dia akan selalu berusaha gigit balik kita”. Banyak kali manusia mengecewakan sesamanya, bahkan Allah sendiri pun tidak luput dikecewakan. Ketika dilihat TUHAN bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata, maka menyesal lah TUHAN, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hatiNya (Kejadian 6:5-6).

Pertanyaan untuk Direnungkan (10 menit):

  1. Adakah sesuatu yang baik pada manusia? Dapatkah kita percaya bahwa suatu hari kemanusiaan (humanity) akan menang dan dimuliakan?
  2. Lantas, bagaimana respon terbaik kita jika karena ketidaktertiban orang lain kita menjadi korban bahkan terluka sangat dalam? Bagaimana cara sembuhnya?
  3. Masihkah kita mau terus percaya bahwa ada sesuatu yang baik di diri manusia?
  4. Berapa jumlah ideal manusia? Semakin banyak, semakin baik atau semakin tersaring, semakin indah?

Kesimpulan (20 menit):

Sebuah film berjudul “Joker” secara menarik mengutip “orang jahat terlahir dari orang baik yang tersakiti” – sebuah pembenaran tentang seseorang bernama Joker yang awalnya adalah orang baik, tapi karena benturan kehidupan yang tidak fair dan keras lantas mengubahnya menjadi pribadi yang kejam dan membenci kemanusiaan serta hidup. Life is suck (kehidupan itu menyebalkan). Rating 9.7 IMDb menunjukkan betapa populer–nya karakter Joker ini bahkan tidak sedikit orang yang melakukan identifikasi dan menganggap bahwa Joker merupakan representasi yang pas tentang keberadaan dirinya di tengah kondisi masyarakat yang jahat dan egois ini.

Di balik godaan untuk menyetujui pembenaran yang diangkat oleh karakter Joker tsb, sebuah pandangan menarik dari Mahatma Gandhi muncul: You must not lose faith in humanity. Humanity is like an ocean. If a few drops of the ocean are dirty, the ocean does not become dirty (Anda tidak boleh kehilangan kepercayaan terhadap kemanusiaan. Kemanusiaan itu seperti samudera. JIka beberapa tetesnya kotor, samudera tetap tidak menjadi kotor). Dengan kata lain, diperlukan kelapangan hati yang sangat besar dalam melihat sesama manusia agar dapat keluar dari jerat keputusasaan dan keletihan akan humanity. Sesuatu yang agape — yang sekalipun, walaupun keadaan sekeliling begitu jahat, tapi dengan tanpa syarat, aku mau terus mengasihi dan mengampuni, menerima keberadaan orang lain, terlepas dari perilaku dan tindakannya atas kita. ‘Manusia itu tempatnya salah dan lupa’ –  sebuah ungkapan yang seolah berkata bahwa adalah normal dan manusiawi ketika seseorang itu berbuat salah. Yang jadi pembedanya hanyalah entah kali ini kita yang kedapatan sedang berada dalam posisi tersakiti dan dirugikan atau justru di lain waktu kita lah yang sedang ada di posisi menyakiti dan merugikan. Semakin kita lapang dalam memahami hal ini, semakin kita dapat menerima kekurangan dan kesalahan orang lain. “Kamu berbuat salah kepadaku, aku maafkan. Begitu pula sebaliknya. Ketika aku berbuat salah kepadamu, aku pun memohonkan maaf”.

Perikop Roma 3:9-20 LAI berkata, “semua manusia adalah orang berdosa”. “Tidak ada yang benar, seorang pun tidak. Tidak ada seorang pun yang berakal budi, tidak ada seorang pun yang mencari Allah. Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorang pun tidak. Kerongkongan mereka seperti kubur yang ternganga, lidah mereka merayu-rayu, bibir mereka mengandung bisa. Mulut mereka penuh dengan sumpah serapah, kaki mereka cepat untuk menumpahkan darah. Keruntuhan dan kebinasaan mereka tinggalkan di jalan mereka, dan jalan damai tidak mereka kenal, rasa takut kepada Allah tidak ada pada orang itu”. Wow! Sebuah kalimat penghakiman yang kejam. Manusia sudah finished, tidak ada harapan untuk menjadi bernilai dan mulia.

Siapapun mereka, asalkan natur-nya masih manusia lama, sebaik apapun tampilan luar-nya, keindahan etika dan manner-nya, ia tetaplah gudangnya salah dan lupa yang kapan pun bisa mengecewakan sesamanya. Problem-nya bukan di manusia sesama kita, melainkan di ekpektasi kita. Tetapi Yesus sendiri tidak mempercayakan diriNya kepada mereka, karena Ia mengenal mereka semua, dan karena tidak perlu seorang pun memberi kesaksian kepadaNya tentang manusia, sebab Ia tahu apa yang ada di dalam hati manusia (Yohanes 2:24-25). Yesus tidak berharap banyak pada manusia daging yang telah jatuh, tapi Ia percaya bahwa manusia baru – manusia yang telah mengenal kasih Allah, dapat memulihkan kemanusiaan. Terhadap mereka yang jahat, biarlah kita pun berkata, “Ya, Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat (Lukas 23:34)”. Percayalah ada sesuatu yang baik pada sesama manusia, kuncinya adalah: mereka perlu terlebih dahulu mengalami kasih. Kasih lah yang membuat perbedaan. Tuhan Yesus memberkati.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *