Berbuat Baik (Kisah Para Rasul 10 : 38, Lukas 10 : 1 – 12)

Bahan Diskusi (15 menit):

  1. Hal apa yang Yesus kerjakan sepanjang kehidupan-Nya (Kis 10 : 38)?
  2. Bagian apa dari pelayanan Yesus yang menurut Anda sangat menarik dan Anda ingin punya pengalaman di dalamnya? Berjalan di atas air, membangkitkan orang mati, mengusir setan, merubah air jadi anggur, atau … ?
  3. Sebagai seorang Kristen (imitator-nya Kristus), bukankah seharusnya kita pun memiliki gaya hidup yang serupa itu? Mungkinkah kita melakukan pekerjaan yang Yesus kerjakan?
  4. Jika mungkin, jelaskan alasannya! Jika tidak mungkin, apa pula alasannya?

Renungan Firman (10 menit):

Suatu ketika seseorang tanpa sengaja menjatuhkan serbuk besi ke kotak berisi pasir hitam. Secara kasat mata serbuk besi tsb telah sangat bercampur dengan pasir hitam dan sulit untuk dipisahkan. Dalam kebingungannya, seseorang menyarankan untuk menggunakan magnet. Dan sungguh heran, segera setelah magnet itu didekatkan, serbuk besi yang awalnya tercampurkan itu langsung tertarik dan menempel di setiap sisi magnet tanpa terkecuali. Semua yang memiliki unsur besi segera tertarik oleh magnet, sementara pasir hitam tetaplah diam tidak berespon. Ada perbedaan yang sangat prinsip antara pasir hitam dengan serbuk besi dan media pemisahan yang paling efektif adalah melalui magnet. Serbuk besi tidak dapat menjadi pasir hitam dan sebaliknya, pasir hitam pun tidak dapat menjadi serbuk besi.

Begitu pula hal-nya dengan orang ‘beragama’ Kristen dengan orang Kristen (pengikut Kristus); kekristenan ‘ahli Taurat dan orang Farisi’ (pintar konsep dan doktrin serta tradisi agamawi) dengan kekristenan karena hubungan pribadi dengan Allah. Secara kasat mata, semuanya tercampur baur di dalam gereja dan masyarakat, tapi ‘magnet Tuhan’ akan menyatakan ‘core (inti di dalam-nya), apakah Roh Allah atau kedagingan-nya yang bekerja di dalam dia untuk mengusahakan kebaikan. Ya, apakah ia pasir hitam atau serbuk besi membutuhkan praktek lapangan, studi kasus nyata dan pengujian real life.

Seseorang yang sangat disakiti baik secara verbal maupun fisikal, secara manusia normal, begitu ada kesempatan untuk membalas, pasti ia balas. Tapi kemudian suara dalam hatinya menegur, “jika engkau membalas dia seperti dia telah memperlakukan kamu, apa bedanya kamu dengan dia? Jika dia seorang pem-bully dan kamu pun balas mem-bully dia, bukankah kamu pun sama dengan dia?” Perkataan itu sungguh menemplaknya, dan akhirnya dia berkata, “aku bukanlah dia. Dan aku memilih untuk tidak menjadi seperti dia. Ada Allah yang penuh kasih dan pengampun, Allah yang selalu berbuat kebaikan di dalam aku. Oleh karenanya, aku pun akan terus berbuat baik dan memberkati dia. Meskipun dia berbuat jahat dan menyakiti aku. Aku bukanlah dia. Core-ku adalah Allah yang bekerja di dalam aku

Pertanyaan untuk Direnungkan (10 menit):

  1. Sudahkah Anda tahu core apa yang ada di dalam Anda?
  2. Siapakah yang bekerja dan berbuat baik dalam setiap situasi kehidupan Anda, Allah yang baik di dalam Anda atau kebaikan alamiah Anda?
  3. Adakah sesuatu yang patut dibanggakan jika Anda dapat berbuat baik?
  4. Bagaimana cara terbaik untuk mengetahui bahwa ini adalah Allah yang bekerja atau Anda yang bekerja?

Kesimpulan (25 menit)

Seorang dapat saja lahir dengan karakter penyabar, penyayang, peramah, pemaaf, senang berbuat baik, dsb. Mungkin itu diwariskan dari karakter ayah atau ibu-nya, atau memang ia terbiasa hidup dan besar di tengah lingkungan yang seperti itu. Sabar, ramah, pemaaf, senang berbuat baik itu adalah ‘bawaan lahir’-nya. Tanpa melibatkan Allah pun, ia mampu melakukannya. Tapi percaya lah, cepat atau lambat, Allah akan membawa ‘magnet’-Nya untuk menyatakan kepada kita core ‘kasih, sabar, murah hati, dll’ kita, apakah itu memang bawaan lahir atau Allah yang bekerja di dalam kita. Caranya? Ia akan mengijinkan kita mendapat perlakuan tidak menyenangkan sampai kita berkata, “Tuhan, mengampuni satu kali, dua kali aku masih sanggup. Tapi tujuh puluh kali tujuh kali? Sori, aku ga sanggup” “Tuhan, jika Engkau menyuruhku merendahkan hati kepada seluruh orang di dunia ini, aku bersedia, tapi terhadap dia? Sori, aku ga sudi. Sampai mati pun tidak” “Tuhan, jika Engkau memintaku berbuat baik kepada si A, si B, aku mau. Tapi jika ke dia, maaf. Aku hanya akan berbuat baik kepada dia yang baik kepadaku. Mana ada ceritanya aku membalas kebaikan kepada ia yang berbuat jahat kepadaku. Keenakan!”

Di situlah kita akan nampak, ternyata kekuatan lahiriah kita ini ada batasnya. Dan jika segala tekanan itu melampaui batas kesanggupan kita, namun kita tetap mampu melakukan apa yang berkenan kepada TUHAN, di situ momen kita tahu bahwa itu bukan lagi kita yang bekerja, melainkan Allah yang bekerja di dalam kita. Inilah prinsip ‘core’, inti manusia di dalam kita, apakah manusia lama atau manusia baru yang bekerja. “Sampai mati pun aku tidak akan dapat berbuat baik kepada dia, terlalu menyakitkan. Tapi aku pun sadar bahwa di dalam Kristus aku telah mati dan jika sekarang ternyata aku dapat mengampuni dan berbuat baik kepada-nya. Aku tahu bahwa itu bukan aku lagi, tapi Allah yang bekerja di dalamku. Aku 100% pasti tidak sanggup. Aku membencinya sampai ke ubun-ubun, tapi ada Allah yang kerja di dalamku. Dan aku mau pemberesan dengan dia. Aku mau mengampuni dia seperti aku sendiri telah diampuni Allah”.

Ya, jemaat yang dikasihi TUHAN. Kita telah mengetahui bahwa identitas kita adalah anak-anak Allah, bahwa Allah adalah Bapa kita, dan bahwa Allah berkenan tinggal di dalam kita melalui Roh Kudus-Nya — yang kita peroleh saat kita dilahirkan kembali. Manusia lama kita telah mati disalibkan 2000 tahun yang lalu di dalam Kristus dan sekarang kita hidup, tapi bukan kita lagi yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Allah mau kita mengekspresikan Dia, sama seperti Kristus telah mengekspresikan Dia kepada setiap manusia yang ditemui-Nya. Semasa hidupnya dicatat bahwa Yesus berjalan berkeliling sambil berbuat baik (doing good) dan menyembuhkan semua orang yang dikuasai Iblis, bukan kah kita pun sebagai imitator-Nya (orang Kristen) punya kapasitas yang sama seperti Dia? Yesus mengutus murid-murid-Nya memberitakan kabar baik, damai sejahtera dan menyembuhkan orang -orang sakit di tempat-tempat mereka singgah seraya berkata, “Kerajaan Allah sudah dekat padamu”.

Ia juga berkata, “sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar daripada itu. Sebab Aku pergi kepada Bapa, dan apa yang kamu minta dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya, supaya Bapa dipermuliakan di dalam Anak (Yohanes 14:12-13). Sama seperti 70 murid mempraktekkan iman mereka dan Allah menyatakan kuasa-Nya melalui mereka (orang sakit disembuhkan, orang kerasukan diusir roh jahatnya, dsb), bukankah saat inipun lingkungan sekitar kita sangat membutuhkan manifestasi anak-anak Allah yang telah menjadi sama seperti Guru-nya? Syarat-nya sederhana: Ijinkanlah Allah sebebas-bebasnya mengekspresikan diriNya dalam kita. Daging kita mati, Roh Allah yang ditampilkan. Tuhan Yesus memberkati. Amin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *