Lihatlah Anak Domba Allah

Yohanes 1 : 29 – 34, 1 Korintus 7 : 23

Bahan Diskusi (15 menit):

  1. Apa arti “Anak Domba Allah”?
  2. Seberapa bernilai kah keberhargaan diri kita sebagai manusia?
  3. Identitas apa yang ingin Yesus pulihkan bagi manusia kepunyaan-Nya?
  4. Apa yang membuat manusia berharga?

Renungan Firman (15 menit):

Dalam seminggu terakhir ini sungguh kita telah dibombardir oleh berbagai berita yang kebanyakan bernuansa suram, seperti: puncak kasus Omicron diprediksi akan terjadi di akhir Februari; invasi Rusia ke Ukraina yang berpotensi perang global; naiknya harga bahan-bahan kebutuhan pokok; jatuhnya harga saham dan bursa dunia; kelangkaan kedelai dan minyak goreng, serta iklim usaha yang sepi dan sulit, dsb. Sungguh setiap kita merindukan sebuah dunia yang penuh damai sejahtera, adil makmur – tidak ada kejahatan, sakit penyakit, perang, bencana alam, dsb.

Ya, pada mulanya Allah menjadikan dunia dan segala isinya ini dalam keadaan yang sungguh amat baik, yang dalam puncak kreativitas-Nya, Allah menciptakan manusia sebagai karya masterpiece-Nya, diciptakan serupa dan segambar dengan-Nya dan diberikan-Nya mandat untuk berkuasa atas segala makhluk ciptaan lainnya. Semua berjalan luar biasa baik, hingga satu momen – momen kejatuhan manusia. Manusia berdosa terhadap Allah, terjadi kemelesetan yang menyebabkan kejahatan masuk serta membuat manusia kehilangan kemuliaan-nya sebagai makhluk ciptaan yang sempurna, bahkan justru ia menjadi biang kerok segala kekacauan dan kerusakan segala tatanan yang baik tsb.

Allah tidak tinggal diam. Ia rindu untuk memulihkan keadaan bumi seperti semula, bebas dari segala kejahatan dan kemelesetan, tapi justru pada ending-nya, Ia tiba pada sebuah kesimpulan bahwa manusia lah yang harus dibinasakan sebab segala kejahatan tsb telah terintegrasi dalam diri manusia. Membereskan kejahatan berarti harus membereskan manusia. Kerinduan setiap kita akan dunia yang tanpa kejahatan, sakit penyakit, perang dan bencana alam – hanya akan terjadi ketika manusia ditiadakan. Ini adalah sebuah keputusan yang Allah tidak mau tempuh, Allah tidak mau membinasakan manusia tapi justru Ia ingin menyelamatkan-nya. Dan untuk itu maka perlu ada ‘sesuatu’ yang dikurbankan untuk menggantikan posisi manusia yang berdosa dengan cara life for life, blood for blood (hidup ganti hidup, darah ganti darah). Harus ada darah yang tertumpah, kehidupan yang dimatikan demi manusia yang ‘mati’ bisa dihidupkan — dan Allah memberi jalan melalui darah kurban anak domba jantan yang tidak bercela yang dibawa oleh setiap umat-Nya ke hadapan para imam untuk dikurbankan ganti dosa dan pelanggaran-nya. Domba dimatikan untuk manusia diberikan “kesempatan hidup” yang kedua kalinya.

Pertanyaan untuk Direnungkan (10 menit):

  1. Adalah mudah bagi Allah untuk memulai kembali segala sesuatu-nya dari nol. Adam yang gagal ‘dihapuskan’ dan Ia dapat memulai lagi penciptaan dengan Adam yang lain. Tapi mengapa pilihan itu tidak Allah lakukan?
  2. Mengapa Allah memilih cara ‘penebusan’ ini? Apa yang ada dalam benak Allah?
  3. Manusia sesungguhnya telah kehilangan ‘identitas awal’-nya sebagai makhluk ciptaan sempurna, manusia telah merosot dari level ‘manusia ilahi’ menjadi ‘manusia daging’. Bagaimana cara Allah memulihkan identitas yang hilang tsb?
  4. Sudahkah Anda melihat keberhargaan diri Anda?

Kesimpulan (20 menit)

“Lihatlah Anak Domba Allah, yang menghapus dosa dunia” — sebuah pernyataan yang megah dari seorang Yohanes Pembaptis. Ia mengerti konsep penebusan dan Mesias. Yohanes Pembaptis sadar bahwa ia memiliki misi khusus menjadi suara orang yang berseru-seru di padang gurun: luruskanlah jalan Tuhan seperti yang telah dikatakan nabi Yesaya (ayat 23). Yesus hadir ke tengah manusia kepunyaan-Nya untuk menjadi ‘kurban keselamatan” – Ia menjalankan kehidupan yang kudus dan berkenan kepada Bapa demi Ia layak memenuhi segala persyaratan yang diminta Allah – domba jantan, tidak bercela. Salib adalah mezbah pengurbanan-Nya. Ia harus kehilangan nyawa-Nya demi kita menemukan hidup. Darah-Nya menebus kita dari segala kejahatan kita. Kekudusan-Nya menyucikan kita dari segala pelanggaran. Bilur-bilurNya yang berdarah menyembuhkan kita dari segala penyakit kita. Dan Ia mencangkok-kan diri-Nya, Sang Anak Manusia yang berkenan kepada Allah dalam kita. Identitas kita yang rusak bahkan hilang, kembali diberikan – kita menjadi manusia yang mulia, yang serupa dan segambar dengan-Nya, sama seperti Adam sebelum jatuh dalam dosa, Adam yang bisa bercakap-cakap intim dengan Allah, Adam yang memiliki otoritas atas segala ciptaan yang lain, Adam yang amanah terhadap tugas tanggungjawab-nya: menjadi wakil Allah di muka bumi.

Ya, alkisah sepasang sahabat karib bernama John dan Mark mendapat panggilan untuk sama-sama bertempur di medan perang dimana suatu ketika mereka terjebak dalam sebuah pertempuran dashyat. Tiba-tiba sebuah peluru ditembakkan musuh tepat mengarah kepada Mark. Namun karena kasih akan sahabat-nya, maka John yang berdiri tidak jauh daripadanya melompat menjadi tameng penahan peluru tsb. He took the bullet (ia mengambil peluru itu) demi sahabat yang harusnya mati menjadi tetap hidup. Alhasil perang berakhir, John mati sementara Mark pulang dengan selamat. Dalam rasa bersalah-nya, Mark menghabiskan waktu mabuk-mabukan dan mengisi hidupnya sembarangan. Namun ia ingat bahwa suatu ketika John pernah berkata bahwa ia memiliki seorang ayah yang terus menanyakan kabarnya via surat. Dengan rasa takut dan gelisah, Mark memberanikan diri mencari ayah-nya John untuk menyampaikan kabar duka tsb, kabar bahwa seharusnya ialah yang mati di medan perang namun John menggantikan posisinya. Ia pun siap dengan segala konsekuensi yang mungkin ayah John akan lampiaskan. Namun betapa terkejutnya Mark, ketika selesai menceritakan momen tsb, ayah John justru tidak mempersalahkannya, tapi memeluknya seraya berkata, “anakku John memilih mengorbankan nyawa-nya demi kamu. Aku tidak peduli seberapa buruk kondisimu, penuh kemabukan dan penyesalan. Aku menerimamu sebagai anak-ku sebab aku melihat John dalam dirimu — John yang kukasihi, yang memilih mati menggantikanmu. Kamu berharga, seberharga John bagiku. Aku mengasihimu seperti John-ku mengasihimu”.

Ya, itulah kisah penebusan. Bapa di surga menerima kita bukan karena kuat dan hebat kita sebab tidak ada sesuatu yang baik dalam kita yang bisa layak untuk membayar hutang dosa kita kepada-Nya. Kita menjadi berharga karena Allah Bapa melihat gambaran anak-Nya, Tuhan Yesus Kristus yang sungguh berkenan kepada-Nya, ada dalam kita. Yesus rela mengorbankan nyawa-Nya bagi kita dan Bapa di surga percaya akan penilaian-Nya. Keberhargaan diri kita setara dengan kerelaan Tuhan kita, Yesus Kristus, meninggalkan kesetaraan-Nya dengan Bapa di surga sana, mengambil rupa menjadi manusia, menjalani kehidupan yang kudus, bahkan rela taat sampai mati, naik digantung di kayu salib. Ya, itulah keberhargaan diri kita. Hidupilah panggilan-mu, jangan sia-siakan kesempatan hidup yang Kristus telah beri. God bless us all. Amin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *