Ini Ceritaku, Ini Laguku (Yohanes 21 : 15 – 19, 24 – 25)
Bahan Diskusi (15 menit):
- Apa dampak kematian dan kebangkitan Yesus secara pribadi bagi Anda?
- Jika ada penerbit yang ingin mem-publish kisah perjalanan hidup Anda pribadi berjalan bersama TUHAN, kira-kira seberapa tebal buku tsb?
- Apa yang akan diceritakan dalam buku tsb tentang perjalanan Anda bersama TUHAN? Kisah sukses, kisah gagal dan jatuh, kisah pergumulan, atau … ?
- Adakah kesaksian baru yang Anda alami setiap hari berjalan bersama TUHAN?
Renungan Firman (10 menit):
Kegagalan rupanya akrab dengan pribadi ini. Berasal dari keluarga petani miskin, ia harus bekerja serabutan sedari kecil. Ia pernah bekerja sebagai pembelah kayu, tentara, kelasi kapal, juru tulis, pengurus kedai, kepala kantor pos, dan akhirnya menjadi pengacara. Sempat mengalami kegagalan bisnis dan di tahun itu juga ibu-nya meninggal dunia. Dari sana ia bertekad, “suatu hari saya akan menjadi presiden”.
Ia memulai langkah pertamanya dalam politik pada 1832 saat berusia 23 tahun. Ia mencalonkan diri menjadi anggota DPRD namun kalah. Balik kembali berbisnis, namun gagal dan membuatnya harus bekerja keras melunasi hutang modal-nya. Dua tahun kemudian, ia kembali mencalonkan diri jadi anggota DPRD dan menang. Di tengah karir-nya yang mulai bangkit, cobaan kembali datang, istri yang baru dinikahi-nya meninggal dunia karena typus. Ia menjadi sangat depresi dan hampir masuk rumah sakit jiwa. Setelah sembuh, ia kembali ke dunia politik, tapi kalah sebagai anggota kongres. Ia tetap gigih mencoba maju menjadi calon wakil presiden akan tetapi gagal. Periode berikutnya, ia pun kembali mencoba dan gagal lagi.
Kegagalan demi kegagalan dialaminya, ia tetap tidak patah semangat dan siapa sangka, ia akhirnya sukses menjadi presiden Amerika ke-16. Ya, dia adalah Presiden Abraham Lincoln. Pada jaman kepemimpinan-nya, Amerika sedang mengalami pergolakan hebat karena Perang Saudara dan disinilah kegigihan menjadikan-nya dikenang sepanjang masa. Ia adalah presiden yang berhasil mendamaikan kedua kubu yang berperang dan menjadi peletak dasar demokrasi di Amerika Serikat dan terlebih, ia mencetuskan kebebasan baru dengan menghapus perbudakan dan mengutamakan hak-hak sipil. Ia adalah liberator (pembebas) orang kulit hitam dari perbudakan.
Pertanyaan untuk Direnungkan (10 menit):
- Dari biografi Abraham Lincoln kita melihat kegagalan demi kegagalan, namun pada ending-nya, ia menjadi seorang presiden dan meninggalkan legacy kekal. Bagaimana dengan Anda? Adakah kisah hidup Anda menarik untuk dibaca orang?
- Sudahkah Anda tahu cerita biografi hidup Anda akan seperti apa kelak?
- Kita hanya memiliki satu kehidupan untuk dihidupi. Ingin diakhiri seperti apakah kisah hidup Anda? Adakah legacy yang Anda tinggalkan bagi orang sekeliling?
- Adakah Allah dipermuliakan dalam segala kisah kehidupan Anda?
Kesimpulan (25 menit)
Alkitab adalah kitab yang jujur, kitab yang ditulis apa adanya. Penyangkalan, dosa, kejatuhan para tokoh yang terlibat di dalamnya pun dituliskan dan dicatat, seperti: peristiwa mabuk-nya Nuh, poligami Abraham dengan Hagar demi mendapatkan anak atas restu Sarah, akal-akalan Yakub terhadap Laban, godaan istri Potifar pada Yusuf muda, jatuhnya Daud karena Batsyeba, penyembahan berhala Salomo, pembelaan Ayub, dsb. Ia tidak berisikan hanya kisah sukses seseorang menjaga iman, menjadi hebat dan terkenal, tapi justru lebih banyak berbicara tentang kerentanan manusia dan bagaimana Allah menanggulangi-nya, mengubahkan-nya menjadi alat kemuliaan-Nya. Selalu tentang bejana tanah liat yang rapuh dan tidak elok tapi dipenuhi oleh harta bernilai. Manusia adalah bejana Allah menyatakan karya salib-Nya dimana ada kematian atas segala sesuatu yang bersifat lahiriah untuk digantikan dengan kebangkitan salib dengan sesuatu yang bersifat rohani dan kekal.
Bahkan surat Paulus pun bukan tentang kisah sukses-nya, melainkan pengakuan jujur tentang pergumulan dan kelemahan-nya. ‘Dalam segala hal kami ditindas, namun tidak terjepit, kami habis akal, namun tidak putus asa, kami dianiaya, namun tidak ditinggalkan sendirian, kami dihempaskan, namun tidak binasa. Kami senantiasa membawa kematian Yesus dalam tubuh kami, supaya kehidupan Yesus juga menjadi nyata dalam tubuh kami (2 Korintus 4:8-10). “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna”. Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku. Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat (1 Korintus 12:9-10).
Dan nats kita kali ini sedang menyoroti pribadi Petrus. Pribadi yang dengan lantang berkata, “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup (Matius 16:16) namun tidak lama berselang Yesus berkata kepada-nya “Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia (ayat 23)”. Pribadi yang juga dengan tulus berkata, “sekalipun aku harus mati bersama-sama Engkau, aku takkan menyangkal Engkau (Matius 13:13)”. Namun Aku berkata kepadamu, sesungguhnya malam ini, sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali (Matius 26:34). Ia bukanlah sosok yang memiliki kepribadian ganda, ia bukan pula penipu gombal tapi ia adalah sosok yang belum mengerti penanggulangan salib. Segala iman, keyakinan, keberanian yang ada padanya saat itu — semuanya mengandalkan kekuatan alamiah-nya. Dan Allah mengijinkan ia mengalami kegagalan dan kejatuhan, peremukan dan kematian salib, dimana segala bawaan lahiriahnya dipertemukan dengan salib dan dilindas mati. Iman bawaan lahirnya mati digantikan iman yang dari Allah, kasih bawaan lahirnya mati digantikan kasih yang dari Allah. Semua mengalami translasi kuasa kebangkitan salib dan itu sifatnya permanen. Ia menjadi Petrus yang baru. Tidak pernah lagi tercatat ia menyangkal Tuhan, justru mati martir karena iman-nya.
Dan ada sebuah panggilan intimacy dalam pesan para malaikat di kubur kosong Yesus, “tetapi sekarang pergilah, katakanlah kepada murid-murid-Nya, dan kepada Petrus, Ia mendahului kamu ke Galilea, di sana kamu akan melihat Dia, seperti yang sudah dikatakan-Nya kepada kamu (Markus 16:7). Mengapa nama Petrus disebutkan terpisah sementara yang lain semua dirangkum dalam kata “murid-murid”? Ya, Allah tidak melupakan Petrus, Yesus pun juga tidak meninggalkan-nya, justru pelayanan-nya kembali dipulihkan dan muncullah “kisah Allah bersama Petrus”.
Ya, sesungguhnya masih banyak hal-hal lain lagi yang diperbuat oleh Yesus, tetapi jikalau semuanya itu harus dituliskan satu per satu, maka agaknya dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis (Yohanes 21:25). Jika Abraham Lincoln punya kisahnya sendiri. Petrus, Paulus dan semua tokoh iman lainnya punya cerita-nya sendiri. Pahit getir, suka duka, jatuh bangun perjalanan hidupnya bersama Allah dalam versi yang paling jujur. Bagaimana dengan kita saat ini? Relakah kita menjadikan Allah Penulis Kehidupan kita? Mari!