Kau Saudaraku dan Saudari-ku (1 Timotius 5 : 1 – 8)

Bahan Diskusi (15 menit):

  1. Untuk siapakah Yesus berkorban bahkan mati di kayu salib: untuk segenap dunia ini atau eksklusif untuk orang Kristen?
  2. Apa perbedaan antara kita dengan mereka yang belum mengenal Kristus?
  3. Apa persamaan antara kita dengan mereka yang belum mengenal Kristus?
  4. Apa tujuan Kristus menyelamatkan dunia ini?

Renungan Firman (15 menit):

Seorang senior pernah berkata, “Segala sesuatu itu sulit jika tidak tahu caranya. Perbedaan aku dan kamu hanyalah aku telah lebih dahulu mengalami dan tahu cara penyelesaian-nya. Awal-awal juga sama bingungnya seperti kamu. Ga ada perkara yang terlalu hebat koq. Aku hanya ada disini 5 tahun lebih dahulu daripada kamu. Begitu kamu ada di posisi-ku sekarang, kamu pun akan menganggap segala kesulitan itu mudah karena sudah tahu cara menyikapinya”.

Analogi yang sama sesungguhnya dapat diterapkan dalam kita menyikapi kehidupan. Sesungguhnya tidak ada perbedaan apapun antara kita dengan sesama manusia lain di dunia ini. Kita semua adalah sesama manusia yang memiliki natur dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, satu pun dari kita tidak ada yang benar. Kita semua ditetapkan untuk mati hanya satu kali, dan sesudah itu dihakimi (Ibrani 9:27). Kita semua sama-sama sedang berjuang untuk dapat keluar dari ancaman kematian kekal serta sedang berupaya untuk memperoleh perkenanan dari Sang Pemilik Kehidupan. Ya, setiap kita memiliki gelanggang pertandingan masing-masing lengkap dengan segala macam rasa di dalamnya. Sama-sama mengalami tekanan, pergumulan, godaan serta tarikan dunia; sama-sama rentan terhadap dosa, sakit penyakit, bencana, bahkan kesulitan dalam mencari ‘nafkah roti’ dalam bertahan hidup hari lepas hari. Ya, hidup itu terlalu sukar untuk kita hadapi sendirian. Kita semua adalah orang berdosa yang sama-sama butuh TUHAN.

Perbedaan antara kita sebagai orang percaya dengan mereka adalah: kita hanya beberapa saat lebih dulu mengenal Kristus dan mengalami kasih-Nya, beberapa saat lebih dulu mengalami pengadopsian sebagai anak Allah sementara mereka masih bergumul mencari satu-satunya “Jalan, Kebenaran dan Hidup” tsb. Sesuatu yang mana ketika mereka menemukan apa yang telah kita temukan, mereka pun akan menjadi seperti kita, sesama anggota Kerajaan Allah. Yesus mati untuk seluruh umat manusia, Ia tidak eksklusif untuk orang Kristen saja. Bedanya, kita sudah merespon panggilan kasih-Nya, sementara mereka masih otw. Mereka adalah ‘sesama manusia’ yang harus kita kasihi, sementara mereka yang sudah terpanggil dan mengalami pengangkatan sebagai anak-anak Allah, mereka adalah bro dan sista-nya kita.

Pertanyaan untuk Direnungkan (10 menit):

  1. Bagaimana posisi antar orang percaya sebagai anggota Keluarga Allah?
  2. Berapa banyak kah bapa, ibu, saudara, saudari kita saat ini?
  3. Apa maksud TUHAN menjadikan sesama orang percaya Keluarga Besar-Nya?
  4. Siapakah lawan kita “sesama umat manusia”?

Kesimpulan (20 menit):

Darah lebih kental daripada air” – sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa hubungan persaudaraan atau hubungan darah itu lebih daripada sekedar hubungan pertemanan biasa. Ya, darah Yesus yang tertumpah telah mendamaikan setiap kita dengan Allah, yang awalnya “jauh” bahkan menjadi musuh Allah menjadi “dekat” dan diberi kuasa untuk menjadi anak-anak Allah, menjadi anggota keluarga Allah. Komunitas orang percaya bukanlah komunitas sekedar pertemanan, tapi komunitas Keluarga Besar Allah dimana terhadap orang yang lebih tua, kita anggap sebagai ayah atau ibu, dan terhadap laki-laki atau perempuan muda sebagai bro dan sista. Komunitas yang di dalamnya terdapat love and unity (kasih dan kesatuan), komunitas yang seperti Kristus. Darah Yesus menyatukan kita semua, manusia dari segala suku bangsa, bahasa, bahkan abad dan masa – Gereja yang Kudus dan Am.

Musuh kita bukanlah sesama manusia apalagi sesama anggota Keluarga Allah. Musuh kita adalah si Iblis, yang selalu berusaha untuk mencuri, membunuh dan membinasakan. Ya, perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tapi melawan roh-roh jahat di udara (Efesus 6 : 12). Kita adalah sekawanan domba dengan satu Gembala yang selalu ingin dekat dengan Gembala Agung-nya dan berkumpul dalam satu kawanan besar, saling berbagi dan berbarengan.

Semut, makhluk kecil namun exist di hampir setiap belahan dunia manapun, berjumlah 10 quadrillion (10.000 triliun) populasi. Sebuah bangsa binatang yang sangat besar dan anti punah. Seringkali terabaikan karena ukurannya yang sangat kecil dan dipandang lemah, tapi sesungguhnya memiliki struktur sarang, pembagian divisi kerja, cara komunikasi, kemampuan menghadapi bencana dan ancaman musuh serta kekuatan tenaga yang sangat menakjubkan. Ya, mereka adalah makhluk dengan tingkat kerjasama dan harmonisasi terbaik. Ada ratu semut yang fokus melahirkan, semut pekerja yang mencari makan, semut penjaga yang menjaga sarang dari berbagai ancaman, semut petani yang beternak aphid sebagai sumber makanan di luar potongan daun atau remah makanan yang dibawa oleh semut pekerja, dsb.

Layaknya neuron dalam otak kita, dimana setiap sel-nya itu kecil dan hanya dapat menyampaikan kode sederhana saja, tapi justru dalam kombinasi antar sel neuron itulah terdapat banyak hal ajaib yang dapat dilahirkan. Ya, hanya ada 26 alphabet (A-Z) dan 10 angka sederhana (0-9) tapi justru kombinasi dari masing-masing mereka inilah yang dapat melahirkan kekayaan informasi yang sangat luar biasa. Harmonisasi mereka menciptakan kekuatan yang dahsyat. Ketika kondisi sulit, semut justru semakin bersatu. Mereka dapat membuat jembatan dengan mengikatkan tubuh mereka satu dengan yang lain, bahkan dapat menjadi sekoci penyelamat melalui penggabungan diri mereka satu dengan lain ketika masing-masing terhanyut oleh air. Mereka hidup saling bergantung dan membutuhkan satu dengan yang lain.

Saudaraku, kita pun tidak berbeda dengan semut. Jika kita sendirian, pencapaian kita sangatlah terbatas dan kita pun menjadi sangat rentan terhadap ancaman apapun karena memang kita di-design sebagai makhluk sosial. Kerjasama dan kesatuan lah yang menjadikan kita kuat. Harmonisasi antar manusia lah yang menjadikan segala sesuatu itu bisa ditanggung dan diatasi. O, seandainya semua manusia bisa menjadikan sesamanya sebagai bagian dari keluarga besar Allah, dunia ini pastilah segera mengalami Millenial Kingdom – Kerajaan 1000 tahun yang penuh damai. Come, Jesus come. Amin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *