Bahan Diskusi (15 menit):

  1. Bayangkan sebuah pohon anggur. Bagian manakah yang disebut “pokok anggur”, “ranting” dan “buah” itu?
  2. Mengapa Yesus mengumpamakan diri-Nya sebagai Pokok Anggur? Apa istimewa-nya pokok anggur tsb?
  3. Apa yang terjadi ketika ranting terpisah dari pokok anggur? Apa juga yang harus kita lakukan ketika ranting yang diharapkan berbuah ternyata tidak?
  4. Bagaimana cara Allah melakukan “pemotongan” dan “pembersihan”? Mengapa Allah mau mengusahakan-nya bagi kita?

Renungan Firman (10 menit):

“Melekat”, “nempel”, “intim dengan TUHAN” – seringkali menjadi rhema umum yang kita dengar setiap kali pembahasan mengenai “Pokok Anggur dan Ranting” dikotbahkan. Ya, kali ini Tuhan Yesus mengangkat perumpamaan menggunakan objek yang sudah sangat familiar dengan orang Israel saat itu, yaitu: tanaman anggur, sebuah tanaman bertipe merambat, dimana ada satu pokok (batang utama) yang merupakan perpanjangan dari akar, terus membesar membentuk rangka utama, yang dalam perambatan-nya, ia akan memunculkan ranting-ranting yang lebih kecil, yang karena asupan nutrisi dari rangka utama ini, ranting tsb akan mulai berbuah dan menghasilkan cluster-cluster buah anggur yang lebat dan ranum.

Satu poin krusial dalam industri perkebunan anggur ini adalah: perempelan / teknik merempel, yaitu proses membuang ranting / tunas samping, tunas yang tidak produktif, dimana ketimbang unsur hara dari akar ditransfer ke tunas liar tanpa menghasilkan apa-apa, bahkan menyebabkan terjadinya defisiensi unsur hara. Adalah lebih baik bila ia dipotong sehingga unsur hara-nya benar-benar “dijalurkan” hanya kepada pokok utama saja. Hal tsb akan membuat tanaman tumbuh lebih cepat, lebih sehat, kuat tahan hama dan penyakit, perkembangan lebih optimal dan produktivitas meningkat. Ada perbedaan yang signifikan dalam hal produktivitas dan ketahanan hama penyakit antara tanaman yang dirempel dengan yang tidak. Dalam dunia agrobisnis, untuk menghasilkan anggur dengan produktivitas dan kualitas terbaik, teknik merempel mutlak dilakukan.

Pertanyaan untuk Direnungkan (10 menit):

  1. Apa makna rohani dari perumpamaan bidang perkebunan ini?
  2. Bagaimana cara TUHAN “merempel” pribadi Anda? Membentuk Anda menjadi pribadi yang berkualitas baik dan produktif?
  3. Apa arti “melekat” “intim dengan TUHAN” itu? Coba deskripsikan hingga detail!
  4. Apa tanda kita masih melekat erat dengan Sang Pokok Anggur tsb?

Kesimpulan (25 menit)

Beberapa minggu terakhir ini, kita dipertontonkan pertarungan sengit antara dua pengacara tanah air yang masing-masing berjuang ‘membela’ kepentingan client-nya, seorang pengusaha-artis (MZ) melawan rekan sesama artis (nickname UK) dan selebgram (DC) atas dasar penipuan jual beli. Hal menarik yang dapat kita pelajari dari kejadian ini adalah bahwa para pengacara ini baru bisa bergerak setelah diberikan surat kuasa hukum oleh client-nya, yaitu: kuasa / wewenang untuk melakukan sesuatu atas nama orang yang memberi kuasa, yang sewaktu-waktu itupun dapat dicabut dimana beberapa alasan pencabutan-nya adalah: tidak sejalan dengan keinginan sang client atau melakukan tindakan-tindakan yang justru memperkeruh suasana dan berbalik merugikan sang client. Dari sinilah kita akan coba belajar arti kata “melekat” “intim” dengan lebih rinci.

Allah kita punya kepentingan. Ia punya kerinduan segala sesuatu kehendak-Nya di surga sana boleh terjadi di bumi. Ya, Allah punya agenda “Jadilah kehendak-Ku, di bumi seperti di surga”. Untuk itu Ia telah memberikan manusia mandat / wewenang / kuasa untuk menjadi wakil otoritas-Nya menjalankan kepentingan-Nya. Dan di sinilah carut marut Gereja selama berabad-abad terjadi. Gereja, komunitas orang percaya, yang dipercaya menjadi wakil-Nya, justru seringkali melakukan wanprestasi, tidak sejalan dengan keinginan Dia, bahkan memperkeruh suasana dan merugikan nama baik Allah. Parahnya, stempel nama Allah itu terlanjur “melekat” di sang oknum tsb. Apapun yang diperbuatnya, baik atau buruk, karena ada ‘surat kuasa hukum’ tsb, Allah pasti kecipratan getah-nya.

Dalam Perjanjian Lama, tercatat berapa kali Allah harus turun tangan sendiri, bertindak menguduskan nama-Nya yang terlanjut dinajiskan oleh umat yang notabene menyandang predikat “umat pilihan Allah”. “Beginilah Firman TUHAN: bukan karena kamu Aku bertindak, hai kaum Israel, tetapi karena nama-Ku yang kudus yang kamu najiskan di tengah bangsa-bangsa di mana kamu datang. Aku akan menguduskan nama-Ku yang besar, yang sudah dinajiskan di tengah mereka. Dan bangsa-bangsa akan mengetahui bahwa Akulah TUHAN (Yehezkiel 36:22-23). “Siapakah yang buta selain dari hamba-Ku, dan yang tuli seperti utusan yang Kusuruh? Siapakah yang buta seperti suruhan-Ku dan yang tuli seperti hamba TUHAN? Engkau melihat banyak, tetapi tidak memperhatikan, engkau memasang telinga, tetapi tidak mendengar (Yesaya 42:19-20)”.

Seorang hamba / prajurit tidak seharusnya memiliki pemikiran sendiri, kehendak sendiri. Tuannya minta A, dia kasih B. Komandannya suruh ke kanan, dia malah ke kiri. Semakin banyak pikiran dan kehendak sendiri bermain, semakin keruh dan carut marutlah kepentingan Tuan-nya. Ya, itulah si hamba buta dan tuli. Ibarat seseorang yang hendak memakai jasa kontraktor untuk merenovasi rumah-nya. Setelah ia berdiskusi dan menyerahkan blue print design rumah-nya, ia berharap itu bisa diterjemahkan baik. Namun betapa kagetnya ia ketika melihat hasil akhirnya. Kamar yang harusnya di posisi A, diubah di B. WC dan dapur yang harusnya di posisi C malah dibuat D. Mengapa? Karena si kontraktornya “bawa karep sendiri” “punya pemikiran sendiri” à tidak sinkron, tidak melekat, tidak intim, tidak memahami maksud dan kehendak client-nya.

Begitu pun kita, Gereja TUHAN. Berapa banyak agenda atau program yang kita buat atas dasar kepentingan kita yang sungguh bias — diolah supaya terkesan itu untuk kepentingan TUHAN? Pernahkah kita bersatu hati sebagai kesatuan Tubuh Kristus, berlutut dan berdoa mencari hati-Nya, merendahkan diri, menanti dalam diam suara dan kehendak-Nya dinyatakan? TUHAN ingin kita diam, kita malah aktif bergerak. TUHAN ingin kita posisi ‘menyerang’, kita malah ‘bertahan’. Dan itu terjadi dalam banyak perkara. Semakin bergerak, justru semakin runyam dan semakin salah. Doa bukanlah mantera yang olehnya segala sesuatu kita rasionalkan menjadi kehendak TUHAN. TUHAN hanya akan memberkati planning-Nya, kepentingan-Nya, kehendak-Nya. Tidaklah patut kita meminta TUHAN memberkati planning-nya kita, pemikiran kita, agenda kita, walaupun itu dibalut dalam doa dan terkesan rohani.

Ketika kita memahami arti ‘melekat’ dengan baik, di situlah Gereja menemukan kehidupan. Ada life, ada buah, ada hasil perkara rohani. Bukan euforia semata, bukan sekedar aktivitas membuat daging berkeringat namun secara rohani kosong. Fisik ada aktualisasi, tapi roh tidak terbangun. “Apa yang dilahirkan dari daging, adalah daging, dan apa yang dilahirkan dari Roh, adalah roh (Yohanes 3:6)”. Bergeraklah saat TUHAN bergerak, diam lah saat TUHAN diam. Berbicaralah saat TUHAN menaruh perkataan, dan katupkanlah mulut-mu saat TUHAN diam. Semakin sedikit kata sia-sia kita keluarkan, semakin mengertilah kita arti “melekat” itu. Jadilah pribadi yang ketat. Kiranya pemulihan ministry Gereja boleh terjadi di GKMI Bandung, dan itu dimulai dari pribadi setiap kita masing-masing dalam memahami arti “melekat” ini. Amin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *