Keterbukaan Awal dari Pemulihan (Lukas 18 : 9 – 14)
Bahan Diskusi (15 menit):
- Apa itu “transparan / bening”?
- Mengapa seseorang dapat begitu “bening” di hadapan Allah dan di hadapan orang lain sementara yang lainnya tidak? Apa yang menjadi pembeda?
- Adakah sesuatu dalam hati Anda yang sulit diungkapkan tapi sesungguhnya Anda pun tahu bahwa Anda butuh healing, butuh untuk didengarkan dan berbagi?
- Sudahkah Anda melihat komunitas Gereja (persekutuan Tubuh Kristus) sebagai wadah untuk Anda berbagi hidup dan terbuka satu dengan lain tanpa kuatir disalahmengerti, digunjingkan bahkan dijadikan bahan olok-olok?
Renungan Firman (10 menit):
Saat ini kita sedang memasuki ‘masa pemulihan pasca pandemi’ dimana ekonomi mulai dipaksa berputar, sekolah mulai diijinkan tatap muka dan kerumunan mulai dibebaskan. Tapi pandemi berkepanjangan ini ternyata telah merubah wajah dunia dan tatanan kemanusiaan. Ya, pandemi telah membuat kenormalan yang baru, ekosistem yang baru dimana manusia dipaksa beradaptasi terhadap perubahan yang sebegitu cepat atau mati terlindas kerasnya jaman.
Social distancing, online meeting serta kecenderungan menghindari ruang terbuka publik (tempat wisata, mall, taman bermain) membuat saat ini marak terjadi fenomena “kesepian di tengah keramaian” – dimana orang-orang bahkan tidak tahu apakah dia memiliki sahabat atau tidak, sahabat yang kepadanya ia bisa bercerita apapun dengan bebas, tanpa penghakiman dan murni penerimaan — orang yang dapat menghargai dirinya apa adanya, tanpa ada maksud lain.
Banyaknya aktivitas yang saat ini dilakukan secara virtual melalui media sosial dan media online membuat orang berbondong-bondong ‘pamer’ dan melebih-lebihkan. Update status, kamera jahat, virtual background adalah sarana manusia menemukan penghargaan diri. “gue mah iseng doang, guys. Karena ga bisa tidur, jadinya kebeli Tesla deh. Harganya cuma 1.5 miliar doank. Waw, murah banget” “guys, berikut wishlist / life goal gw dalam 10 tahun ke depan. Punya omzet 100 miliar per hari, punya rumah di atas 30 miliar, memiliki 1000 perusahaan besar, dll”. Ya, saat ini orang-orang diajak untuk bermimpi besar dan setinggi-tingginya, terbang hingga naik ke langit ke-7. Tapi begitu kakinya berjejakan di bumi, ia melihat realitas yang berbeda jauh dari harapan tsb. Akhirnya ‘jeprut / konslet’. Ada jurang pemisah yang terbentang luas antara harapan dan realitas dan itu membuat orang banyak yang halu, dan butuh healing. Lihat saja betapa maraknya platform aplikasi seperti “teman curhat” “gabut chat & curhat” “sahabatku – konseling psikologi online” “slowly”, dll.
Ya, generasi tua butuh teman berbagi tentang stresnya mencari nafkah dan mempertahankan rumah tangga. Generasi milenial butuh teman berbagi stres memikirkan masa depan, bagaimana menutup biaya menikah, memiliki rumah pribadi, dll. Akhirnya muncul fenomena “rebahan” dan “generasi milenial = generasi paling kesepian” – pertemanan mereka mayoritas virtual di medsos tanpa pernah bertemu secara fisik di kehidupan nyata.
Pertanyaan untuk Direnungkan (10 menit):
- Apa itu Injil? Siapakah yang harus Anda kabarkan Injil?
- Mengapa berusaha pergi jauh ke pedalaman atau menginjil ‘agama seberang’ padahal di sekitaran kita pun banyak orang yang membutuhkan sekedar ‘sahabat berbagi cerita’?
- Sudahkah Anda memperkenalkan “Kristus Yesus sebagai Sahabat” kepada orang-orang terdekat Anda lebih daripada sekedar “Juruselamat”?
- Sudahkah pribadi Kristus sebagai Sahabat tertampilkan dari pribadi Anda terhadap orang sekeliling? Apa yang Anda bawa terhadap mereka: kasih dan penerimaan atau penghakiman dan rasa merendahkan?
Kesimpulan (25 menit)
Jika ada wajah yang saat ini sedang disorot tajam oleh masyarakat, sepertinya itu adalah wajah rohaniawan. Salah satunya yang sedang viral adalah ia yang mengajarkan tentang konsep sedekah, bahkan ngamuk butuh uang 1 trilyun untuk perusahaan miliknya. Juga pendiri Gereja Hillsong Australia yang mengakui telah melakukan ‘perbuatan tidak senonoh’ terhadap dua wanita dalam keadaan mabuk dan di bawah pengaruh obat-obatan. Mereka yang mengajarkan kesalehan dan kehidupan yang menyenangkan Allah, tapi mereka sendiri pun berbuat tidak sesuai dengan apa yang mereka ajarkan.
Ya, seperti fenomena flexing “para crazy rich” yang sekarang marak dibongkar dan dituntut adanya transparansi – demikian juga setiap mata sedang menyoroti kelakuan para rohaniawan ini. Apakah “superman” ini betul-betul superman, orang suci yang berbeda dengan manusia pada umumnya? Atau ia pun sama dengan kita, sederajat dengan kita, memiliki pergumulan yang juga berat dilaluinya dan bahkan tidak jarang ia pun jatuh bangun dalam menjalani kehidupannya. Ia bukanlah pribadi yang sempurna dan selamanya tidak bisa sempurna. Ia dibenarkan, ia disempurnakan, ia dikuduskan semata-mata karena ada Allah yang benar, Allah yang sempurna, Allah yang kudus di dalam dia karena pengorbanan Tuhan Yesus di kayu salib. Ia tidak berbeda seperti manusia kebanyakan. Perbedaannya hanyalah: ia telah lebih dahulu diselamatkan, mengalami kasih kemurahan Allah sehingga terjadi kelahiran baru, perubahan akal budi dan sikap hati, dari yang keras melawan Allah menjadi lembut dan mau taat. Tanpa kasih karunia Allah, ia pun termasuk dalam golongan orang-orang berontak dan tidak ada jalan, tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri. Ia pun adalah sesama orang berdosa yang telah mengalami kemurahan dan pengampunan TUHAN. Ia sekarang hadir untuk melayani jiwa-jiwa yang memiliki pergumulan sama sepertinya dahulu, yang juga kepayahan untuk menang atas dosa dengan caranya sendiri. Dan cara terbaiknya adalah: JUJUR. Superman is dead.
Allah tidak pernah membuat orang lain berkedudukan di atas orang lain apalagi menjadi kultus. Justru yang terbesar dalam Kerajaan Allah adalah ia yang mengambil posisi paling rendah, supaya di dalam kerendahannya tsb, ia dapat melayani sebanyak-banyaknya orang. Bagaimana seseorang yang tinggi melayani bawah selain ia mau merendahkan dirinya? Satu hal berlaku: hanya orang sakit yang tahu bahwa ia membutuhkan dokter. Dan sayangnya, banyak kali orang merasa dirinya baik-baik saja dan merasa tidak memerlukan dokter, padahal saat itu kondisinya sedang sakit parah. Ia seperti orang Farisi yang berdoa memuji kesalehan diri dan bersyukur tidak seperti si pendosa di sebelahnya. Ia lupa kodratnya, ia lupa statusnya. Dan ketika mereka masing-masing pulang, si pemungut cukai menemukan pembenaran dari Allah, sementara satunya tidak.
Jika Yesus dapat duduk makan bersama pemungut cukai dan pelacur tanpa penghakiman justru belas kasih dan kemurahan – Ia yang adalah pribadi tanpa dosa dan sungguh berkenan kepada Allah – tatapan mata-Nya adalah tatapan kasih terhadap jiwa-jiwa. Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita menjadi wadah Tubuh Kristus yang baik, yang bisa menerima keberadaan orang-orang berdosa seperti diri kita pun berdosa namun diselamatkan Allah? Siapakah orang Farisi itu? Jangan-jangan itu saya dan Anda. Tuhan Yesus memberkati.