Merdeka untuk Mengasihi (Lukas 23 : 34)
Bahan Diskusi (15 menit):
- Adakah seseorang yang membuat Anda sulit untuk mengasihi dan mengampuni kesalahan-nya pada Anda?
- Apa arti “merdeka” untuk mengasihi?
- Apa yang membuat Anda tertawan oleh rasa amarah, kesal, pahit, sakit Anda?
- Mengapa sulit untuk melepaskan pengampunan?
Renungan Firman (10 menit):
Beberapa tahun lalu sempat viral berita mengenai “Ade Sara”. Berita ini sungguh melekat di hati masyarakat Indonesia bukan hanya karena nasib tragis seorang Ade Sara yang dibunuh secara keji, namun karena sikap seorang ibu yang memilih mendatangi pelaku dan memaafkan-nya. “Mungkin aneh bagi orang, keluarga korban dan pelaku saling bertemu. Tetapi ajaran kami mengajarkan bahwa kasih bukan kata sifat, tetapi kata kerja. Harus dikerjakan agar ada artinya”. Bahkan setelah 8 tahun berselang sejak kejadian tsb, kedua orangtua Ade Sara telah beberapa kali bertemu pelaku di Salemba.
Ya, sang ibu khususnya, sesungguhnya punya banyak alasan untuk benci, marah, dendam bahkan mengharapkan hukuman mati bagi pelaku. Ade Sara adalah anak semata wayang-nya, anak yang telah dirawat dan dibesarkannya. Hilang sudah impian untuk melihat anaknya lulus kuliah, menikah, memiliki keluarga, dsb. Tapi sesuatu yang tidak biasa, dimiliki oleh sang ibu ini – kasih yang walaupun. Kasih dari Sang Kasih itu sendiri, mengalir melalui sang ibu menjamah kedalaman batin pelakunya, membuatnya mengalami grace (kasih karunia) – sesuatu yang tidak pantas ia dapatkan, tapi tetap saja ia dapatkan, bukan karena kebaikan ataupun usaha apapun dari dirinya, tapi karena pihak tersakiti justru membalas ‘kejahatan’nya dengan kasih yang begitu besar. Sebuah pertukaran yang tidak seimbang, bahkan tidak layak sama sekali. Dendam seharusnya dibalas dengan dendam, mata ganti mata, gigi ganti gigi. Tapi semua ‘alasan untuk membalas’ ini pupus, terbanjiri oleh aliran kasih dari atas, kasih tanpa alasan, semata-mata hanya ingin mengasihi (pure love). Tiada ruang untuk dendam, untuk marah, bahkan untuk rasa sakit akan beratnya mengasihi.
Mengasihi itu tidak sakit, mengasihi itu justru melenyapkan rasa sakit. Mengasihi itu menyembuhkan kita, membebaskan kita, melenyapkan setiap luka dan memori buruk yang terjadi di masa lalu. Ya, mengasihi itu memerdekakan kita.
Pertanyaan untuk Direnungkan (10 menit):
- Siapakah yang layak mendapatkan perhatian dan kasih dari kita?
- Apa definisi ‘sesama’ yang Anda punya saat ini? Sesama orang Kristen saja atau sesama manusia?
- “Asalkan dia orang Kristen maka dia aku kasihi” atau “asalkan dia manusia, berarti ia layak untuk kita kasihi”?
- Kasih seperti apa yang saat ini sedang kita miliki? Kasih yang tergantung keadaan dan kondisi? Kasih karena melihat siapa objek kasih kita? Kasih yang pilih-pilih?
Kesimpulan (25 menit)
“Aku bukan dia” – sebuah pernyataan yang memerdekakan. “Heran deh sama kamu. Dia jahatin kamu, dia buat kamu susah, dia sering omongin kamu di belakang, cerita yang ngga-ngga tentang kamu ke orang lain. Tapi koq kamu ga bela diri, ga klarifikasi, bahkan ga labrak apalagi bales ke dia? Klo gw jadi loe, uda gw tanyain, “maksud loe apa?” kata seorang sahabat yang dibalas sbb: “Sekarang gw jawab loe ya, bro. Kalo gw bales jahatin dia, bikin dia susah, omongin dia di belakang, jelek-jelekin dia, lantas apa bedanya gw sama dia? Berarti gw dan dia sama aja. Seperti loe menilai dia begitu, demikian juga loe akan menilai gw. Jadi gini aja, dia boleh melakukan apa saja ke gw, tapi gw ga akan bales jahat ke dia karena gw bukan dia”.
Yesus berkata, “dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosa pun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka. Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun berbuat demikian. Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu dari padanya, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun meminjamkan kepada orang-orang berdosa, supaya mereka menerima kembali sama banyaknya. Tetapi kamu kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Allah yang mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat. Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati (Lukas 6:32-36).
Paulus pun menuliskan, “janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan, lakukanlah apa yang baik bagi semua orang. Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan, jika ia haus, berilah ia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya. Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan (Roma 12:17, 20-21)!” Yesus telah mempraktekkan-nya. Ketika Ia disalibkan, Ia punya banyak alasan untuk berhenti melakukan kehendak Bapa, orang-orang yang mau Dia selamatkan justru mengutuki, meludahi, menolak bahkan mengingini kematian-Nya. Tapi Ia begitu agung, Ia justru balas mendoakan dan memohon ampunan atas mereka, “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat (Lukas 23:34).” Yesus merdeka untuk mengasihi, kasih-Nya tidak bergantung pada situasi kondisi sekeliling, kasih-Nya pun tidak dibatasi pada siapa objek yang layak menerima kasih-Nya. Ia mengasihi dunia dan segala isinya — orang baik, orang jahat, orang benar, orang sesat – semuanya Ia kasihi atas dasar “sesama manusia”.
Jika kasih kita masih memiliki syarat dan ketentuan berlaku, itu berarti kasih kita masih tertawan, masih belum bisa plong, masih kasih ‘orang berdosa’ yang baik terhadap siapa yang baik kepadanya. Jika kondisi baik, kita mengasihi, kita mengampuni. Namun jika kondisinya tidak enak, kita tidak dapat mengasihi, tidak dapat mengampuni. Kasih kita dibatasi keadaan. Kita tidak merdeka atas keadaan sekeliling. Adalah benar pernyataan ini: apapun kondisi sekeliling kita, bagian kita adalah mengasihi. Kita tidak punya pilihan lain, hanya tahu mengasihi. Dan itu titik. Mengapa? Karena natur kita telah Allah ubahkan. Natur manusia lama yang mendengki dan mendendam telah mati dan dikuburkan bersama dengan kematian Kristus 2000 tahun lalu di kayu salib dan sekarang kita ada ciptaan baru yang dilahirbarukan oleh Roh Kudus dalam kita. Rohani kita telah dibangkitkan, natur kita telah diubahkan. Allah, Sang Kasih itu ada di dalam kita sehingga tidak ada ruang untuk yang lain, semua harus minggir dan kita hanya tahu mengasihi. Mari jemaat Tuhan, kita belajar mengijinkan kasih Allah mengalir melalui kita. Jangan dilawan, bro. Lemesin aja, sis. Kalau jatuh cinta, bebas-bebas aja. TUHAN memberkati. Amin.