Bahan Komsel

Damai yang Kekal (Yohanes 14 : 27)

Bahan Diskusi (15 menit):

  1. Apa itu “damai sejahtera”?
  2. Apa hubungan antara Natal dengan “damai sejahtera”?
  3. Kapan dan bilamana Anda merasa damai dan sejahtera?
  4. Apa yang membuat damai sejahtera Anda seringkali buyar dan ambyar?

Renungan Firman (15 menit):

Tanggal 12.12 (bertepatan dengan hari ibadah Minggu ini) merupakan Harbolnas (Hari Belanja Online Nasional) – tanggal yang dinanti-nanti oleh banyak orang untuk memuaskan keinginan yang selama ini tertunda, baik untuk menambah kualitas penampilan diri maupun untuk memenuhi rumah dengan barang baru, bahkan bagi para seller, ini adalah waktu terbaik untuk meraup profit sebanyak-banyaknya.

Ada dari mereka yang telah menabung sejangka waktu, akhirnya kesampaian juga beli handphone baru, ada pula yang begitu bersukacita karena ada promo gede-gedean dimana mereka bisa belanja sepuasnya free ongkir, ada pula yang lagi baper dikirimi kado special oleh si doi. Juga para seller yang selama ini pendapatannya tersendat, mendadak terima banyak orderan dari para buyer kalap untuk akhirnya bisa liburan akhir tahun dan THR-an pegawai. Ya, banyak orang mengalami “definisi” sukacita, bahagia, ceria, damai sejahtera – ketika hal di atas dialami. Namun, lewat sejangka waktu ketika situasi sekeliling berubah, maka segala keceriaan dan damai sejahtera-nya raib, berganti menjadi deadline tagihan, ribut dengan doi, toko online terkena suspend, dsb. Ya, itulah “damai sejahtera yang dunia berikan” – damai sejahtera semu — dimana seseorang hanya akan mengalami damai sejahtera saat semua syarat dan ketentuan-nya berlaku, tapi ketika ada hal-hal yang menabrak batasan tsb, segera damai sejahtera buyar dan ambyar.

Mazmur 107 berbicara tentang 4 macam pergumulan utama manusia, sbb:

  • Seorang pengembara yang mencari tempat tinggal tetap, haus dan lapar, cemas dan sesak – dan mereka mencari home (rumah) dan comfort (ketenangan)
  • Seorang tawanan yang duduk terpenjara dalam gelap dan besi — dan mereka membutuhkan freedom (kebebasan)
  • Seorang pasien yang terbaring sakit, muak terhadap segala makanan, bahkan sudah di pintu gerbang maut — mereka mencari kesembuhan (wellness)
  • Seorang pedagang yang mengarungi samudra, terhimpit oleh gelombang yang semakin meninggi dan menghancurkan kapal — mereka butuh sekoci penyelamat

Ya, orang-orang ini sedang berada dalam masalah dan mereka membutuhkan damai sejahtera. Mereka butuh ketenangan yang dari dalam.

Pertanyaan untuk Direnungkan (10 menit):

  1. Dimanakah “damai sejahtera” itu berada?
  2. Bagaimana menciptakan keadaan damai dan sejahtera dalam kehidupan kita?
  3. Apa yang terjadi ketika seseorang mengalami damai sejahtera?
  4. Sebagai orang Mennonite, kedamaian seperti apa yang harus kita promosikan pada sekeliling? Kedamaian tanpa kekerasan? Kedamaian dalam batin? Atau …?

Kesimpulan (20 menit)

Ada banyak masalah dan pergumulan manusia (problem keluarga, problem keterikatan, problem kesehatan, problem finansial, dsb). Itu semua sudah cukup berat, tapi dapat diselesaikan oleh manusia itu sendiri ataupun oleh pertolongan dari manusia lainnya. Orang sakit butuh dokter, orang kesulitan ekonomi butuh donatur, orang adiksi butuh counselor. Tapi sesungguhnya problem utama manusia adalah: dosa. Ketika seorang manusia berbuat dosa, dari diri sendiri tidak punya solusi; meminta pertolongan dari orang lain pun, mereka sama tidak berdaya-nya dengan kita. Dosa adalah masalah utama manusia. Selama dosa tidak menemukan solusi, selama itu pula manusia tidak akan pernah mengalami kedamaian sejati.

Seseorang boleh memiliki aset tabungan bejibun, kesehatan prima bak atlet, usaha bisnis menggurita, keluarga ayem tenteram, dsb – tapi selama belum ada pemberesan akan masalah dosa, hidupnya pasti tidak akan pernah mengalami damai sejahtera. Selalu ada ketakutan akan hari kematian dan hari penghakiman. Sebuah pertanyaan besar akhirnya muncul: bagaimana pemberesan atas dosa-dosa yang diperbuat selama hidup ini? Banyak berbuat baik dan amal, melakukan setiap ajaran agama, membantu sesama dengan membangun fasilitas umum (panti yatim, sekolah, rumah sakit, jalan, dsb) – itu baik, tapi tetap itu tidak dapat ‘menyogok’ Allah untuk meniadakan hutang dosa kita pada Hari Penghakiman. Ya, inilah sumber utama ketiadaan damai sejahtera pada setiap manusia — dosa. Yang jika tidak diseriusi, akan terus mengusik, tapi jika diseriusi, bingung siapa yang dapat menolong. Ya, sama seperti orang sakit butuh dokter, demikian pula manusia berdosa butuh Juruselamat.

 Ketika manusia tidak memiliki damai sejahtera di dalam batin-nya, ia menjadi pribadi yang ‘panas’, ia mudah tersulut untuk mengadakan perang dengan siapapun. Ia menjadi pribadi yang pemarah, pendendam dan agresif. Di sisi sebaliknya, ia pun dapat menjadi pribadi yang ‘tertutup’, yang selalu menaruh curiga kepada orang lain (parno). Jangan-jangan dia OTG (orang tanpa gejala), nanti gara-gara dia, saya kena Omicron, jangan-jangan dia datang mau pinjam uang, dst. Ya, sesungguhnya orang yang pemarah maupun yang penuh kecurigaan adalah orang yang tidak memiliki damai sejahtera kekal dalam dirinya.

 Allah telah mengurung semua manusia dalam pelanggaran terhadap hukum-hukumNya, semua manusia telah ada di bawah kuasa dosa, seperti ada tertulis: “tidak ada yang benar, seorang pun tidak. Tidak ada seorang pun yang berakal budi, tidak ada seorang pun yang mencari Allah (Roma 3 : 10 – 11). Ya, keadilan Tuhan telah membuat semua orang tanpa terkecuali menjadi seorang pendosa. Tapi di sisi satunya, keadilan-Nya pun memberikan jalan keluar untuk masalah dosa tsb, yaitu pengampunan melalui penebusan Kristus. Kristus mati supaya kita hidup, Ia dibuang (was forsaken) supaya kita diterima (was forgiven) Allah. Dan keselamatan tidak ada di dalam siapa pun juga selain di dalam Dia (Yesus Kristus), sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan (Kis 4 : 12). Yesus Kristus yang kita peringati di Natal ini, Ia-lah yang memperdamaikan manusia dengan Allah supaya manusia mendapat jalan kelepasan atas masalah dosa. Karena manusia telah berdamai dengan Allah, maka ia dapat berdamai dengan diri sendiri. Dan karena ia telah berdamai dengan diri sendiri, maka ia dapat berdamai dengan semua orang. Ya, itulah inner peace (damai dari dalam), damai yang diberikan Allah melalui Kristus Yesus, Sang Raja Damai.

Apapun dan bagaimanapun kondisi sekeliling, apapun dan bagaimanapun perlakuan orang lain terhadap kita, itu sama sekali tidak akan menggetarkan “damai sejahtera” yang ada di dalam kita. Dunia boleh krisis ipoleksosbudhankam (ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan), tapi tetap hati ini ayem tenteram karena kita berjalan bersama Allah. Ada Allah di pihak kita, siapakah lawan kita? Tidak ada. Tuhan Yesus memberkati.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *