Rumah-ku Gereja-ku

(Keluaran 19 : 6)

Bahan Diskusi (15 menit):

  1. Apa itu “rumah”? Apa yang Anda lakukan di rumah?
  2. Apa itu “gereja”? Apa yang Anda lakukan di gereja?
  3. Apa itu “sorga”? Apa itu “bumi”?
  4. Apakah saat ini telah ada sinkronisasi antara kehendak-Nya di bumi dengan kehendak-Nya di sorga? Antara kehidupan Anda di rumah dengan di gereja?

Renungan Firman (10 menit):

Baru-baru ini viral pemberitaan mengenai pasangan artis komedian yang sedang dalam proses awal gugatan perceraian. Di konten Youtube-nya, pasangan ini sering mempertontonkan kehidupan keseharian keluarga-nya yang tampak kompak, penuh canda tawa dan harmonis. Ya, mereka berhasil membuat kesan “internal yang solid”, saling menjaga dan menutupi kekurangan masing-masing. Namun, berawal dari undangan pihak eksternal yang ingin menggali lebih dalam tentang “kesolidan keluarga ini” – apakah memang ‘potret’ di internal tertutup itu asli apa adanya atau rekayasa belaka – ternyata berhasil mengorek sisi sensitif dan terlemah keluarga ini sehingga bagaikan retakan kecil di dinding bendungan berkapasitas air besar, sekali dia terkuak, maka berodol lah seluruh struktur bangunan tsb dan menyatakan fondasi sebenarnya. Yang awalnya saling menutupi kekurangan berakhir dengan saling membuka aib, yang awalnya saling menjaga berubah menjadi saling menyerang, dst. Dan di situlah peran seorang ayah dan suami menjadi sangat krusial menentukan bentuk dan rupa keluarga ini ke depannya. Satu keputusan salah akan menjadi sangat fatal dan ia dapat berpotensi menjadi pemersatu atau justru pemisah.

Di waktu yang sama, di tempat yang berbeda juga sedang viral kasus pencabulan oleh anak pemimpin umat ternama terhadap beberapa peserta didik-nya. Reputasi mentereng ayah dan pondok-nya, dimana segala sesuatu di sana terkesan suci dan teratur dibenturkan dengan sebuah perilaku menyimpang yang justru datang dari ring 1 jajaran pemimpin tertinggi-nya, dan lagi-lagi peran ayah di sini menjadi sangat krusial. Apakah ia memilih melindungi anak-nya dan menjaga reputasi ia dan pondoknya, menyangkal tuduhan tsb sebagai “fitnah” atau dengan berat hati mengantar anak-nya ke pihak berwenang untuk mempertanggungjawabkan perbuatan-nya meskipun itu mencoreng reputasi besar-nya dan menjadikan anaknya terhukum. Satu keputusan yang berpotensi merusak reputasi yang dibangun bertahun-tahun. Memilih jujur terbuka atau terus menutup diri.

Pertanyaan untuk Direnungkan (10 menit):

  1. Menurut Anda, mengapa bisa terjadi kedua hal tsb?
  2. Berkaca dari 2 kejadian tsb, apakah potensi yang sama Anda temukan juga justru di tengah keluarga dan rumah tangga Anda?
  3. Apakah ada anggota keluarga yang selama ini mengalami kesulitan berkomunikasi dengan Anda, lebih nyaman berbicara dengan pihak “eksternal”, menutupi kegetiran hatinya rapat-rapat, seolah semua baik?
  4. Bagaimana ‘potret’ keluarga Anda saat ini dalam pandangan Anda? Apa kriteria yang Anda pakai untuk mengukur sehat atau sakit-nya rumah tangga Anda tsb?

Kesimpulan (25 menit)

Di gereja, kita beribadah kepada Tuhan. Di rumah pun, kita seharusnya tetap beribadah kepada Tuhan. Di gereja, kita memuji dan menghormati Tuhan. Di rumah pun, kita seharusnya terus memuji dan menghormati Tuhan. Dalam hal itu pun, kita tidak membeda-bedakan. “Hidup seperti dalam akuarium”, yang dapat dilihat dari segala sisi secara transparan itu bukan saja berlaku untuk para hamba Tuhan tapi juga untuk kita sebagai jemaat. Kita adalah kitab yang terbuka yang dapat dibaca semua orang. Konflik antar anggota keluarga pasti terjadi, tapi bagaimana menyikapi konflik, itu yang terpenting. Kelemahan setiap kita pasti terkuak muncul, bahkan setiap hari tanpa dicari pun, muncul dengan sendirinya, tapi respon menyikapi-nya itu yang penting. Saling menyakiti pun bisa saja terjadi, tapi apakah ada pengertian dan pertobatan untuk mendahului saling meminta maaf dan menyembuhkan luka, itu pun butuh kasih karunia Tuhan dan kerendahan hati.

Kita semua tidak ingin menciptakan “monster” atau “bom waktu” di masa depan. Dimana tahu-tahu di titik pecah salah satu anggota keluarga kita, karena beban yang ditanggungnya terlalu besar dan parah, ketimbang menyakiti ke dalam diri, akhirnya ia “mencari pengeluaran”, curhat dan sharing ke orang lain, dimana syukur-syukur ketemu orang yang tepat, yang bisa mengarahkan ke track yang Tuhan mau, tapi jika ke orang yang salah bahkan memanfaatkan itu demi konten dan rating, habislah sudah. Bukan masalah di bom waktu-nya, tapi kendala-nya di kesempatan yang ada sebelum bom waktu itu meledak, Anda dimana? Melakukan apa? Masa sebelum bibit kecil itu menjadi “monster yang ganas”, Anda sudah menginvestasikan waktu dan upaya apa untuk justru menjadikan ia “anak yang takut Tuhan dan menghormati Tuhan”? Apakah rumah Anda telah menjadi gereja Anda juga? Sebuah tempat dimana segala penyembahan, kesalehan, penyangkalan diri, keteladanan semua dipenuhkan masuk ke dalam-nya. Atau selama ini Anda sibuk menjaga reputasi di luaran sana sementara di dalam rumah sendiri, Anda tidak berperan dan kopong?

Gaya Tuhan adalah dari dalam ke luar, dari “roh yang di dalam” mempengaruhi “fisik yang di luar”. Bagian inti-nya benar dulu maka segala sesuatu yang ada di layer luaran-nya satu persatu menjadi benar. Anda benar dahulu, maka pihak sekeliling Anda pun menjadi benar, terutama keluarga Anda. Dari pribadi, menjadi keluarga inti, menjadi keluarga besar, menjadi komunitas gereja jemaat maupun persahabatan kolega, menjadi komunitas masyarakat, baru terakhir menuju bangsa dan negara bahkan bangsa-bangsa lain. Jangan Anda mengejar sesuatu yang tinggi seperti “nabi bagi bangsa-bangsa lain” padahal di level “core / inti” Anda sendiri masih rentan, imam bagi keluarga pun berat. Fondasi itu begitu rapuh. Kuatkan dahulu yang di dalam, baru ambil porsi yang lebih luas. Inside out. Dari dalam keluar.

Tuhan memulai dari Abraham dan menemukan keluarga-nya (anak cucu-nya) maka Allah pun tidak segan disebutkan “Allah Abraham, Ishak dan Yakub”. Dari satu pribadi muncul satu keluarga, dari satu keluarga muncul satu bangsa (bangsa Israel dengan 12 suku-nya). Dari bangsa Israel yang taat dan takut akan Allah, Allah rindu memberkati bangsa-bangsa lain. Tapi itu dimulai dari barisan keluarga “Abraham, Ishak dan Yakub”. Anda ingin berdampak nyata? Terlebih Tuhan pun ingin Anda begitu dan Ia akan memberikan segala sumber daya untuk Anda seperti itu. Yang terpenting, ikuti pola-Nya: inside out. Mari jemaat GKMI Bandung, jika setiap keluarga serius membenahi keluarga-nya masing-masing, membawa seisi anggota keluarga mau menaklukkan ego di bawah salib Kristus, menjadikan rumah-ku gereja-ku, tanpa ada dikotomi — maka percayalah, jika Anda percaya, Anda akan melihat kemuliaan Tuhan terjadi atas sekeliling-mu. Tuhan sedang menunggu kehendak-Nya di sorga boleh terterjemahkan baik di bumi dan Ia sedang menunggu-mu siap. Mari, jangan buat Tuhan berlambat-lambat menunggu. Jadilah pemain aktif. TUHAN memberkati. Amin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *