Diampuni (Lukas 7 : 36 – 50)

Bahan Diskusi (15 menit):

  1. Adakah seseorang yang tidak bisa Anda ampuni meskipun telah sekian lama waktu berlalu dimana hati selalu kembali sakit setiap kali Anda mengingatnya?
  2. Apa dampak dari menyimpan sakit hati terhadap orang lain tsb bagi Anda dan bagi dia? Adakah sesuatu yang baik yang Anda peroleh? Apa itu?
  3. Dan jika konteks-nya dibalik, Anda lah yang berkali-kali meminta maaf kepada TUHAN, namun tidak lama kemudian kembali mengulangi-nya lagi. Layakkah TUHAN sakit hati seperti yang Anda rasakan terhadap saudara Anda?
  4. Apa jadinya jika TUHAN mencatat dengan detail setiap komitmen yang dibuat dan yang dilanggar oleh Anda sendiri, dapatkah Anda tahan berdiri saat dihakimi-Nya?

Renungan Firman (10 menit):

Jika ada dalam kehidupan ini barang atau hal termahal, tentunya ‘pengampunan TUHAN’ adalah salah satunya. Banyak orang demi mendapatkan pengampunan-Nya, rela melakukan segala cara. Bagaimana tidak? Setiap hari bukannya dosa-dosa kita semakin berkurang di hadapan TUHAN, justru dengan bertambahnya usia malah semakin banyak kemelesetan, dosa dan khilaf yang kita buat. Makin lama hidup, makin besar tagihan hutang dosa kita dan makin mahal pula harga sebuah pengampunan dari TUHAN itu.

Bulan ini seluruh umat Muslim sedang menyambut datangnya Bulan Suci Ramadhan, bulan yang penuh berkah dan ampunan. Bahkan di antara hari-hari mereka menjalani ibadah puasa tsb, mereka menantikan Malam Lailatul Qadar, yang mana jika mereka kedapatan sedang beribadah pada malam tsb, pahala yang didapat lebih baik daripada ibadah seribu bulan (83 tahun 4 bulan). Dan jika kita melihat sekeliling kita mengenai betapa khusyuk-nya mereka dalam menjalankan ibadah demi mencari pengampunan dan perkenanan Allah, kita pun seharusnya tersadarkan bahwa pengampunan TUHAN itu sangatlah berharga.

Di sisi lain, dari hal politik bernegara ataupun persaingan bisnis, dimana jegal menjegal, kasus mengkasuskan merupakan hal yang lumrah – kita dapat melihat betapa sulitnya menjaga kualitas hidup seseorang untuk tidak berbuat satu kesalahan sekecil apapun, demi mencegah lawan kita memiliki ‘pegangan ekor‘ yang kapan pun dapat ia buka untuk menjatuhkan kita. Proyek IKN, proyek Formula E Jakarta, proyek Kereta Cepat adalah ladang untuk menemukan ‘kartu truf’ yang dapat menjatuhkan siapapun yang sedang diincar. KPK, Dewan Anggaran, penyidik – mata mereka semua sedang memelototi rincian laporan keuangan apakah sudah benar peruntukannya.

Pertanyaan untuk Direnungkan (10 menit):

  1. Sekarang bayangkan jika kehidupan Anda dipelototi dan diaudit oleh Iblis. Sekecil apapun kesalahan Anda akan dia kasuskan naik ke pengadilan Allah. Ia jadi jaksa penuntut dan Anda adalah tersangka-nya. Dapatkah Anda luput dan dinyatakan bersih ketika Iblis meng-audit Anda 7 x 24 jam setiap minggunya?
  2. Adakah ‘tim auditor’ Iblis telah berhasil memegang ekor Anda lengkap dengan temuan alat bukti yang sah? Apa konsekuensi dari pelanggaran tsb?
  3. Dan jika setiap kesalahan harus kita tanggung konsekuensi-nya. Kehidupan seperti apakah yang akan menanti kita di hari-hari esok?
  4. Bisakah kita membeli pengampunan kita sendiri dari Allah? Apa yang harus kita lakukan demi mendapatkan pengampunan-Nya?

Kesimpulan (25 menit)

Setiap keputusan yang kita buat tentunya mengandung konsekuensi. Jika kita berbuat dosa, itu berarti kita sedang memberikan ‘ekor’ kita kepada iblis untuk ia bawa kepada Allah dan menuntut kita dihukum-Nya. Ya, konsekuensi dosa adalah hukuman, kutuk dan bahkan maut. Setiap kali kita berbuat dosa, sesungguhnya kita sedang menabur. Semakin banyak kita berbuat dosa, semakin banyak taburan benih pelanggaran kita, yang mana nanti ketika waktunya sudah tiba, kita pun mau tidak mau harus menuainya. Jadi jika sampai sekarang kita terus aktif menabur benih dosa, dapat dibayang betapa kelamnya hari-hari mendatang ketika kita harus menuai segala konsekuensi-nya. Sebab mereka yang menabur angin, maka mereka akan menuai puting beliung (Hosea 8:7). Dan kejamnya dosa, ia tidak akan pernah puas dengan hanya memakan satu korban, ia akan terus membesar dan memakan sebanyak-banyaknya orang. Ya, jika kita tidak mau menanggung konsekuensinya, seorang yang lain harus menanggungnya, yaitu – orang-orang yang kita kasihi.

Sayangnya, ketika kita telah kedapatan berbuat dosa serta segala barang bukti pelanggaran telah di tangan si pendakwa kita, bukannya segera mengakui kesalahan di depan Sang Hakim Agung, “ya, saya telah berbuat dosa. Mohon kebijaksanaan dan kemurahan-nya” justru kita berbelat belit dengan sesuatu yang keluar konteks. “ya, Tuan. Saya memang telah berdosa, tapi saya akan bayar dengan amalan ibadah puasa. Untuk dosa yang itu, saya bayar dengan sembahyang. Dosa yang ini, saya bayar dengan sedekah”. Masakan TUHAN yang adil mau dialilhkan seperti itu?

Sesuatu yang berbeda ditunjukkan oleh seorang wanita berdosa yang datang ke kaki Yesus. Ia dengan segala kerendahan hati dan penuh penghormatan memecahkan buli pualam berisi minyak narwastu dan menyeka kaki Yesus dengan rambutnya. Dan Yesus yang melihat hati sang wanita dan betapa ia disanksi sosial oleh orang banyak — lantas mengeluarkan perumpamaan kepada para pendengarnya tentang orang yang banyak berbuat kasih karena dosanya yang banyak telah diampuni berbanding dengan orang yang sedikit berbuat kasih karena merasa dirinya hanya berdosa sedikit kepada Allah. Bandingkan pula dengan Paulus yang berkata, “tetapi justru karena itu aku dikasihani, agar dalam diriku ini, sebagai orang yang paling berdosa, Yesus Kristus menunjukkan seluruh kesabaran-Nya (1 Timotius 1:15). Baik sang wanita maupun Paulus, mereka mengakui bahwa mereka adalah orang berdosa, bahkan dosanya sangat besar, tapi mereka dengan rendah hati mau mengakui-nya dan mencari pengampunan Allah. Allah mengampuni dengan cara-Nya, bukan dengan apa yang menurut kita benar. Mungkin sistem neraca ‘dosa vs pahala’ lebih masuk dalam konsep berpikir manusia duniawi, tapi itu bukanlah cara Allah. Cara Allah adalah dengan memberikan ‘kurban penggantian’. Seseorang harus mati mengambil posisi kita. Ia yang layak dan benar demi kita yang tidak layak dan penuh dosa. Ia dibuang (forsaken) demi kita diampuni (forgiven). Ia dihukum demi kita diperdamaikan. Dia menanggung segala salah dan pelanggaran kita, demi kita beroleh kehidupan yang merdeka, bebas dari rasa salah dan intimidasi si jahat, hidup yang penuh hari depan.

Ya, tepat 6 hari sebelum hari raya Paskah, seorang wanita datang mengurapi kaki Yesus dengan minyak mahal dan menyeka dengan rambutnya. Dan jika kita mau berefleksi, bukankah kita pun sedang memasuki masa-masa yang sangat dekat menjelang Paskah tsb? Sadarkah kita bahwa kita adalah orang berdosa yang telah ditebus dan diselamatkan? Sadarkah pula kita jika kita melihat setiap dosa dan pelanggaran dari sisi auditor iblis, kita tidak sepantasnya hidup merdeka dan berkemenangan penuh hari depan yang berpengharapan? Mengapa itu semua bisa kita peroleh? Jawabannya adalah: karena kita adalah orang-orang yang telah diampuni Allah (forgiven), kita tidak memperolehnya melalui ketakwaan ibadah dan banyaknya pahala kita, melainkan Kristus Yesus yang telah mati dan bangkit untuk kita, demi kemuliaan Bapa. Tuhan Yesus memberkati. Amin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *