I Love My Family (Yosua 2 : 9 – 13)

Bahan Diskusi (15 menit):

  1. Menurut Anda, bagaimana seharusnya potret “Keluarga Kristen” itu?
  2. Hal apakah yang Anda ingin TUHAN kerjakan di tengah keluarga Anda?
  3. Bagaimana kondisi hubungan antar anggota keluarga Anda saat ini? Harmonis, ada friksi, tidak ada pembicaraan yang hangat, kompak, atau … ?
  4. Apa yang Anda rasakan ketika berada di tengah keluarga Anda? Kesepian, tidak diperhatikan, dikasihi, didukung, atau … ?

Renungan Firman (10 menit):

Allah mendirikan institusi pertama yang disebut “keluarga” di taman Eden, dimana melalui wadah “keluarga” ini, Allah rindu kesempurnaan hubungan antar manusia dapat tertampilkan — dengan Allah sebagai pusat dan pengikat-nya. Tapi tipu daya dan kebohongan iblis berhasil memperdaya mereka hingga mereka tergoda untuk meng-exclude (mengeluarkan) Allah dari kehidupan keluarga-nya dan menggeser posisi center-nya dari Allah kepada diri mereka sendiri. Alhasil, manusia tak lagi menjadi pemberi (giver) melainkan pengambil / penuntut (taker).

Ya, bahkan dalam keluarga inti berisi 4 orang saja (Adam, Hawa, Kain dan Habel) telah terjadi tragedi besar. Adam melepas tanggungjawabnya sebagai kepala keluarga dengan menyalahkan Hawa, istri-nya. Dan sebagai konsekuensi fungsi kepala yang lemah, maka Hawa akan memiliki kecenderungan untuk selalu mengingini(berahi, stepover, teshukatech) posisi kepala dari sang suami dan merusak tatanan yang sudah Allah tetapkan. Ditambah pembunuhan Habel oleh Kain – kakak beradik yang seharusnya saling mengasihi dan menjaga justru salah satu mendengki dan membunuh. Semakin rusak lah gambaran ‘keluarga yang ideal’ itu.

Dan ‘seperti ikan busuk dari kepala-nya’, kegagalan di tingkat hulu dengan segera menjadi kegagalan seluruh keluarga garis keturunan di bawah-bawahnya. Dosa telah masuk dan memporakporandakan seluruh rumah tangga, menjadikan mereka objek untuk dimurkai. Siapakah yang akan berjuang untuk mempertahankan dan memulihkan sistem keluarga ini? Siapakah yang dapat meluputkan mereka dari murka TUHAN yang akan turun sebagai upah atas dosa mereka?

Pertanyaan untuk Direnungkan (10 menit):

  1. Apakah Allah diam saja melihat iblis berhasil merusak institusi keluarga yang Ia dirikan? Rencana apa yang Allah buat?
  2. Begitu pun dengan keluarga kita. Apakah Allah rela membiarkan iblis memporak-porandakan rumah tangga kita? Bagaimana cara Allah memulihkan-nya?
  3. Hal apa yang diperlukan untuk dapat kasih karunia Allah mengalir masuk ke tengah keluarga kita?
  4. Dari manakah datang-nya kasih terhadap seluruh anggota keluarga kita? Apa harga yang harus kita bayar demi terjadinya pemulihan di keluarga kita?

Kesimpulan (25 menit)

Syukur pada Allah, segera setelah kejatuhan manusia – Allah segera membuat rencana pemulihan. Allah menjanjikan bahwa keturunan (seed) dari wanita tsb akan meremukkan kepala ular (janji kedatangan Mesias) dan Allah juga mengurbankan seekor binatang untuk kulit-nya dipakai menutupi ketelanjangan manusia (lambang pengurbanan dan penggantian karena kasih karunia Allah). Dan rencana pemulihan tsb terus terjadi dari generasi demi generasi sampai waktu penggenapan Allah terjadi, misalnya: melalui keluarga Nuh (satu keluarga membangun bahtera demi kelangsungan ras manusia di muka bumi ketika terjadi air bah sebagai bentuk murka Allah), melalui keluarga Abraham, Ishak, Yakub (sebuah keluarga yang mewariskan kebenaran karena iman percaya), melalui keluarga Rahab (wanita sundal yang masuk dalam daftar silsilah yang melahirkan Yesus Kristus, yang karena iman percaya-nya dan kasihnya pada keluarganya, ia membuat perjanjian dengan pengintai untuk menjaga dan tidak memusnahkan seluruh sanak keluarganya), melalui keluarga Daud (yang mengikat perjanjian dengan Allah, membuat Allah begitu kesengsem sehingga kapan pun ada garis keturunannya yang menyimpang jauh, Allah selalu ingat untuk tidak memusnahkan mereka namun dalam kesabaran-Nya menuntun balik – “karena Daud, maka … 2 Raja-raja 8:19”), dst. Ya, ada orang-orang yang berjuang demi keselamatan seisi rumah-nya. Ada orang yang mengikat perjanjian dengan Allah untuk mau hidup benar, takut serta menghormati Allah – membayar harga dengan ketaatan dan kasih-Nya pada Allah sehingga murka Allah yang awalnya menjadi bagian mereka dilalukan dan mereka bahkan menjadi objek Allah mencurahkan kasih dan rahmat-Nya. Ada grace yang mengalir masuk ke dalam keluarganya karena ada seseorang yang begitu giat dengan Allah memperjuangkan seisi rumah tangga-nya, tidak berhenti ‘menggedor’ hati-Nya TUHAN untuk TUHAN mau menyelamatkan keluarga-nya. Ada ‘Rahab-Rahab’ yang mau memohon keselamatan seisi keluarga.

Semua orang sewajarnya mengasihi seisi anggota keluarganya, bahkan orang kaya dalam perumpamaan Tuhan Yesus yang dibawa malaikat ke alam maut pun memohon, “kalau demikian, aku minta kepadamu, bapa, supaya engkau menyuruh dia ke rumah ayahku, sebab masih ada lima orang saudaraku, supaya ia memperingati mereka dengan sungguh-sungguh, agar mereka jangan masuk kelak ke dalam tempat penderitaan ini (Lukas 16:27-28). Juga Kepala Penjara Filipi ketika bertanya tentang bagaimana cara agar ia dapat selamat, dijawab Paulus dan Silas, “percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu (Kis 16:31).” Kornelius pun memanggil seluruh sanak saudara dan sahabat-sahabatnya berkumpul di rumahnya untuk mendengar kesaksian Petrus tentang jalan keselamatan. Orang-orang ini adalah pembuka kasih karunia Allah bagi sanak keluarga-nya. Sanak mereka yang awalnya adalah bagian dari objek yang harus dimurkai, tapi karena ada orang yang merintih, bergumul dan berdoa pada Allah karena kasih-nya bagi mereka, mampu menggerakkan hati Allah untuk menyelamatkan ia dan seisi keluarga-nya.

Abraham mengerti prinsip yang benar tentang keluarga dan saudara. Ketika gembala-nya berselisih dengan gembala Lot, Abraham berkata, “janganlah kiranya ada perkelahian antara aku dan engkau, dan antara para gembalaku dan para gembalamu, sebab kita ini kerabat (Kejadian 13:8).” Dalam dunia yang saling berjuang memperebutkan hak, termasuk warisan peninggalan orangtua yang telah wafat, seringkali uang lebih penting daripada hubungan keluarga. Padahal sesungguhnya, segala harta itu akan kita tinggalkan ketika kita meninggalkan dunia, tidak ada satupun yang dapat kita bawa masuk dalam Kerajaan Allah, tapi justru Anda dapat membawa adik, kakak, saudara saudari Anda masuk bersama-sama dengan Anda dalam Kerajaan Allah. Mengapa memilih ribut demi harta hingga mengorbankan hubungan persaudaraan yang kekal demi sesuatu yang fana? Jika Anda mengasihi keluarga Anda, hal itu pasti dapat terlihat dari hal berikut: apakah Anda pemberi (giver) atau Anda pengambil dan penuntut (taker)? TUHAN memberkati. Amin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *