Kamu Harus Memberi Mereka Makan (Matius 14 : 13 – 21)

Bahan Diskusi (15 menit):

  1. Menurut Anda “pelayanan / ministry” itu apa?
  2. Jika Allah menghendaki kita untuk melakukan “pelayanan”, pelayanan seperti apakah itu? Menjadi majelis, pelayan mimbar, pemberita Firman, … saja kah?
  3. Apakah pelayanan harus berbentuk rohani dan dilakukan di gedung gereja saja?
  4. Apakah pelayanan holistik itu?

Renungan Firman (10 menit):

Suatu ketika seorang dosen ekonomi bertanya kepada para mahasiswa di kelas-nya, “tahukah kalian tempat di mana semua permasalahan dapat diselesaikan? Yang benar jawaban-nya akan langsung dapat nilai A dan tidak perlu ikut ujian semester”. Sontak terjadi keriuhan dimana setiap mahasiswa berusaha menjawab lengkap dengan alasan-nya. Karena tidak ada jawaban yang memuaskan, akhirnya sang dosen pun menjawab, “segala bentuk permasalahan mau serumit apapun itu akan selesai di meja makan”.

Lagi, suatu ketika seorang muda idealis berpendapat, “pertanian kita ke depannya semua akan menggunakan konsep organik, bebas pupuk kimia dan pestisida kimia, berlabel makanan sehat. Dan ini adalah waktu yang tepat untuk kita mulai berorientasi ke “organic food” karena itu akan menjadi bisnis yang sangat menjanjikan”. Tidak jauh disana, seorang pemain agrobisnis senior yang dari tadi serius memperhatikan opini pemuda ini, tertawa terkekeh. “Anak muda, bangsa kita ini perutnya masih lapar, lihat saja porsi makannya, lebih banyak nasi daripada lauk sayurnya. Selama perut masih lapar, Anda tawari produk premium apapun, pasti ia akan tetap memilih yang paling murah. Kangkung biasa 1 ikat 1.000 perak, Kangkung organik 1 ikat 10.000 perak. Pasti 95% tetap beli yang biasa. Memang selalu ada ruang untuk produk premium, tapi itu tidak akan pernah bisa menggantikan produk “rakyat”. Penuhi dulu isi perutnya, buat mereka kenyang terlebih dahulu, baru kita bahas “organic food”-mu itu. Orang lapar itu butuh makan, bukan sehat atau prestise”.

Perkara makan ini sungguh menarik, bahkan sampai muncul istilah “diplomasi meja makan” dimana segala ketegangan, kesulitan menguraikan permasalahan baik bidang bisnis, politik, dsb dapat berubah menjadi cair ketika makan bersama. Bahkan konon, Presiden Jokowi ketika masih sebagai walikota Solo dan hendak merelokasi pedagang di Pasar Triwindu, ia menggunakan strategi “lobi meja makan”. Ia mengundang para koordinator paguyuban pedagang pasar untuk makan siang di rumah dinasnya. Pertemuan pertama, ia sama sekali tidak membahas apapun tentang relokasi. Setelah makan, semua orang pulang dengan heran. Beberapa hari kemudian mereka kembali diundang. Dan selama 7 bulan, Bapak Jokowi terus mengajak mereka makan bersama, hingga jamuan ke-54 ketika semua pedagang datang makan siang, ia membicarakan soal relokasi tsb. Tahukah Anda respon para pedagang? Mereka semua menerima rencana tsb, relokasi berjalan aman, tanpa buldozer dan satpol PP. Kunci suksesnya adalah: Isi perut mereka sampai kenyang dahulu, baru bahas esensi berikutnya.  

Pertanyaan untuk Direnungkan (10 menit):

  1. Terlepas dari kepentingan politik atau bisnis, dan murni sebagai bagian dari kasih akan “sesama manusia”, ketika Anda melihat orang lain sedang kesusahan dan membutuhkan bantuan. Hal apakah yang sepatutnya kita lakukan?
  2. Apa yang menjadi kendala ketika hendak membantu seseorang? Ketakutan apa yang seringkali menghalangi Anda untuk berhenti berpikir untuk menolong?
  3. Seperti para murid, mereka mulai berhitung untung rugi ketika diperhadapkan dengan perintah “kamu harus memberi mereka makan”, tapi sebenarnya permintaan Yesus itu sederhana. Rhema apa yang Anda dapat dari nats minggu ini?
  4. Tahukah Anda hati Allah terhadap segala kesulitan umat, masyarakat saat ini? Apakah perkara gereja itu sebatas hal-hal rohani saja? Atau gereja seharusnya pun mulai memikirkan bagaimana mengisi perut-perut lapar orang di sekeliling-nya? Apa peran Anda dalam hal ini?

Kesimpulan (25 menit)

Betul bahwa mayoritas strategi penginjilan beberapa puluh tahun ke belakang adalah menggunakan pendekatan ekonomi, bagi-bagi sembako, bantuan sosial, dsb – hingga muncul tagar “jangan tukar agama-mu demi sekantong beras”. Dan bahkan sebuah survei menyatakan bahwa gaya tsb kebanyakan hanya melahirkan orang Kristen gampangan, yang ketika bantuan tsb di-stop, mereka akan balik ke keadaan lamanya (yang mana itu sekarang justru gencar diilakukan oleh sepupu kita melalui bantuan usaha, bantuan modal kerja dengan syarat ikut agama-nya). Tapi satu hal kita belajar: perut mereka masih lapar. Sebelum berbicara Injil, adalah baik jika kita pun memikirkan untuk membantu mereka dapat mengisi perutnya terlebih dahulu.

Ya, Yesus mengetahui bahwa orang banyak yang mengikut Dia saat itu tidak semua karena mau mendengar pengajaran dan menjadi murid. Ada sebagian yang hanya ingin dapat makan, dapat kesembuhan, dapat mujizat, dsb. Mereka berjumlah 5000 orang (perhitungan dari pria saja). Meskipun begitu Yesus tetap tergerak hati-Nya, melihat mereka “kesusahan” akan hidupnya dan butuh kasih Allah mengalir terhadap mereka. Yesus sebenarnya tahu apa yang Ia ingin lakukan, tapi Ia pun ingin mengajarkan sesuatu kepada para murid (Yohanes 6:6). Dan respon para murid sungguh umum. Mereka berkalkulasi dan menyerah. Mereka tidak sanggup mengambil tanggungjawab yang begitu besar, dan menurut mereka, solusi terbaiknya adalah: segera membubarkan kerumunan ini sebelum malam, agar mereka masih bisa beli makan di desa-desa. Toh, mereka sudah mendengarkan Firman, semoga Firman tsb bertumbuh. Selesai.

Tapi Yesus berpikiran lain. Ia malah meminta para murid untuk menyuruh orang banyak tsb duduk dan menantikan makanan. Di sinilah iman para murid mulai dinaikkan level-nya. Membayangkan posisi para murid saat itu, sungguh menarik. Gurunya bersikeras ingin memberi makan 5000 orang tsb tapi mereka lah yang dijadikan ujung tombak ‘kegilaan’ tsb. Antara malu dicemooh, disangka halu, dsb. Logika mereka tidak masuk. Ya, memang ada seorang anak yang mau sumbang 5 roti dan 2 ikan-nya, tapi itu jelas tidak cukup dibagi ke sekian banyak orang. Paling dapat remah-remah saja. Daripada memberi remah, lebih baik tidak sama sekali, bukan? Hebatnya, para murid ini mau taat dan di situlah mereka melihat demonstrasi kuasa Allah. Yesus mengambil roti itu, menengadah ke langit dan mengucapkan berkat, lalu membagi-bagikannya kepada orang banyak dan terjadilah keajaiban. Mereka semua makan sampai kenyang, bahkan ada banyak sisa, hingga terkumpul 12 bakul, cukup satu bakul dipegang satu orang murid. Wow! Sebuah pembelajaran hidup yang penuh kesan. Apakah murid menangkap sesuatu? Sepertinya tidak, Alkitab mencatat tidak lama berlalu, ketika diperhadapkan dengan barisan 4000 orang, mereka tetap masih celingak-celinguk juga (Matius 15:33).   

Bagaimana dengan kita? Ketika kita memberi, memang ada sesuatu “hak” kita yang hilang, Ada sesuatu yang harusnya kita bisa nikmati sendiri, tapi kita justru merelakan-nya dinikmati orang lain. Ketika membantu orang lain, kita seolah sedang membuat diri sendiri jadi repot. “Buat sendiri aja kurang, ini TUHAN malah bercanda kasih orang-orang datang dan semua isinya “minta tolong”. Mau ambil itu sebagai tanggungan, kita masih waras, masih berpikir. Tapi kita mau abai, suara dalam hati, semakin teriak, “kamu harus beri mereka makan”. Logika dan hati tidak sinkron. Dan kebanyakan akhirnya kita menyerah tidak sanggup dan lupa membawa apa yang memang sedikit tsb, menengadah ke langit, dan mengucap berkat serta membagikan-nya.

Ya, mungkin saat ini kita justru telah melewatkan banyak momen pelipatgandaan, momen TUHAN memenuhi kita sampai luber. Tidak saja berkecukupan, tapi ada banyak sisa. Mengapa? Karena kita lupa panggilan “kamu harus memberi mereka makan”, karena kita lebih memilih mundur menerima tanggungjawab tsb dan percaya nalar kita ketimbang iman kita bekerja. Akhirnya kehidupan kita pun segitu-segitu saja. Iman kita sulit next level. Bukankah Yesus pernah berkata, “jadilah kepadamu menurut imanmu (Matius 9:29)”. Saudaraku, jika ada panggilan “kamu harus memberi mereka makan” kembali hadir di hidupmu, apa respon Anda? Kiranya Tuhan Yesus merahmati. Amin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *