Ya, Tuhanku dan Allahku
(Yohanes 20 : 24 – 29)
Bahan Diskusi (15 menit):
- Apa artinya ketika kita memanggil seseorang dengan sebutan “Tuan (Lord)” atau “Majikan (Master)”? Jika ia adalah Tuan atau Majikan berarti kita siapa-nya?
- Dan apa pula artinya ketika kita memanggil sesuatu Pribadi “Allah (God)”? Jika Ia adalah Allah berarti kita siapa-Nya?
- Mengapa Tomas memanggil Yesus yang bangkit itu dengan sebutan “Ya, Tu(h)an-ku dan Allah-ku”? Sesuatu yang tidak pernah terlontar sebelumnya dari diri-nya?
- Apakah wajar ketidakpercayaan Tomas saat itu? Jelaskan alasan Anda!
Renungan Firman (10 menit):
Dalam ilmu Fisika diketahui bahwa setiap benda memiliki titik lebur-nya masing-masing. Titik lebur (melting point) adalah suhu dimana suatu benda akan berubah dari bentuk padat menjadi bentuk cair (meleleh / melebur), misalnya: air berubah dari bentuk es padat menjadi cair pada suhu 0 oC sementara baja stainless steel baru melebur pada suhu kisaran 1400 oC.
Analogi dengan hal tsb, sesungguhnya hati setiap kita pun memiliki titik lebur-nya masing-masing, dimana yang awalnya keras berubah menjadi cair / lembut (mudah dibentuk) ketika mengalami sebuah momentum — momentum penyerahan diri total (surrender all). Dan biasanya orang harus menendang galah rangsang terlebih dahulu baru dapat berubah (Kisah Para Rasul 26 : 14). Harus kejedot dulu, neunggar cadas dulu (bahasa Sunda: nabrak batu keras), mengalami momen mentok sana sini dulu, disertai pengalaman supranatural yang tidak masuk dalam nalar dan rasa-nya, baru ia akan mengalami pertobatan. Permasalahannya: dibutuhkan berapa besar usaha kah untuk seseorang mengalami “titik lebur” tsb? Titik dimana ia akhirnya mau menerima segala pengaturan Allah dan rela tunduk dan taat atas segala rancangan-Nya?
Di dunia ini sesungguhnya hanya ada dua kepentingan yang manusia harus memilih keberpihakan-nya, yaitu: memilih ikut Kerajaan Allah atau kerajaan iblis; pemerintahan Kristus atau pemerintahan anti-Kristus; dipimpin oleh Roh Kudus atau menolak Roh Kudus. Tidak ada status quo, tidak ada zona non-Blok. Setiap orang harus memilih antara menjadi panas sekalian atau dingin sekalian, tidak ada ruang untuk suam-suam kuku. Dan percayalah, cepat atau lambat, Allah akan menggiring manusia untuk membuat keputusan terpenting ini: apakah ia akan memihak kepada kepentingan Allah atau di luar kepentingan Allah? Apakah ia mau surrender all atau memberontak terhadap pemerintahan Allah?
Pertanyaan untuk Direnungkan (10 menit):
- Jika ‘cacat karakter’ Petrus adalah spontanitas menggebu-gebunya, yang berakhir dalam penyangkalan akan Yesus. Menurut Anda, ‘cacat karakter’ apakah yang ada pada Tomas, yang perlu digarap Allah sampai terjadi transformasi?
- Bagaimana cara Yesus menanggulangi ‘cacat karakter’ Tomas tsb?
- Apa kendala orang dunia dalam menerima Injil Kristus? Mengapa mereka seringkali memilih mundur jadi orang Kristen (pengikut Kristus)?
- Berapa harga menjadi seorang murid Kristus?
Kesimpulan (25 menit)
Banyak Gereja Tuhan yang telah mendorong jemaat-nya untuk melakukan pengabaran Injil. Itu adalah sesuatu yang sangat baik. Tapi ada satu hal yang seringkali luput, yaitu: tujuan penginjilan. Banyak kali tujuan mereka difokuskan pada bagaimana kursi-kursi kosong di gereja itu terisi dengan petobat-petobat baru, jumlah jemaat bertambah, namun lupa untuk membawa mereka mengalami perjumpaan pribadi dengan Tuhan, mengalami momen “titik lebur” — hancur di hadapan TUHAN dan menyerahkan hak atas seluruh kehidupan-nya kepada Allah, berserah penuh dan percaya atas segala sesuatu yang Allah kerjakan pasti mendatangkan kebaikan bagi-nya, apapun situasinya (mengalami bangkrut, sakit, musibah, juga promosi dan kelimpahan). Ya, Gereja harus mendorong jemaatnya untuk menyerahkan setiap teritori kehidupan-nya, tunduk dan taat, dan menyatakan keberpihakan-nya pada Kerajaan Allah, menjadi umat Kerajaan Allah yang benar-benar layak, bukan asalan. Seruan “Ya, Tuhanku dan Allahku” disertai “aku percaya walaupun tidak melihat” harus dipastikan terjadi dalam kehidupan setiap umat.
Di pihak Allah, entah bagaimana cara-Nya, Allah akan menggiring setiap kita kepada momen tsb, momen untuk memilih keberpihakan kita secara serius, apakah kita benar-benar mau taat dan tunduk pada pengaturan Allah atau kita menjadi orang Kristen ‘medioker’ — yang sulit memilih keberpihakan, ke Allah mau, ke dunia mau. Dan syukur pada Allah, Ia pun tidak menyukai status quo, Ia akan terus mengijinkan dunia bergoncang silih berganti, hingga setiap kita dipastikan tiba di “momen lebur” – momen membuat keputusan apakah mau surrender all masuk dalam Kerajaan Allah yang tak tergoncangkan tsb atau selamanya hidup di luar Kerajaan hingga akhirnya binasa. Ya, itu adalah momen dimana kita harus masuk dalam ‘lubang jarum’ (menanggalkan setiap beban keterikatan, berjalan merunduk melalui celah sempit) untuk masuk ke dalam pemerintahan Allah. Itu juga momen ketika air bah terus semakin meninggi, goncangan demi goncangan terus semakin intens, hingga setiap kita berada pada momen membuat keputusan, masuk ke dalam bahtera atau selamanya berada di luar bahtera dan binasa. Allah ingin mengetahui, dimanakah keberpihakan kita: tunduk pada pemerintahan-Nya atau ikut pemerintahan sendiri (yang sesungguhnya ditunggangi oleh pemberontakan iblis terhadap Allah).
Kendala terbesar untuk seseorang menerima Injil bukan soal Injil itu benar atau salah, layak dipercayai atau tidak. Tidak! Kendala terbesar orang percaya Injil adalah konsekuensi di belakang-nya, yaitu: ia harus turun dari singgasana kehidupannya dan mengijinkan Allah naik dan bertahta di ‘kursi hak pemilik kehidupan’-nya. Dan manusia cenderung tidak menyukai itu. Ia tahu suatu saat “momen lebur” itu pasti dialami, tapi ia memilih untuk menunda karena masih suka dirinya berkuasa dan bebas mengatur kehidupan-nya. Apakah itu salah? Perhatikan kisah ini!
Suatu ketika di kota Efesus terjadi kejadian unik (Kis 19:17-20). Akibat ulah anak-anak Skewa yang mencoba mengusir setan namun gagal bahkan dipermalukan, nama TUHAN sungguh menjadi mashyur. Di sana sesungguhnya ada banyak praktek perdukunan dan sihir dengan nilai kitab-kitab mereka yang sangat mahal (50.000 uang perak, bandingkan dengan upah pengkhianatan Yudas yang ‘hanya’ 30 uang perak). Allah mengadakan tanda ajaib dan Itu adalah “momen lebur” mereka, momen dimana mereka harus memilih surrender all dan hapus semua keterikatan terhadap sihir dan ikut TUHAN atau terus hidup dalam praktek tsb. Itu bukan momen yang mudah, dan Allah menghargai keputusan sulit tsb. Ikut TUHAN, bakar kitab dan tinggalkan praktek yang sudah sekian lama tertanam bahkan mendatangkan keuntungan bagi kita. Tidak ikut TUHAN, tanda-tandanya begitu jelas dan akan berujung pada kebinasaan. Maju, mundur, maju lagi, mundur lagi, pergolakan batin terjadi hingga akhirnya, “Ok Tuhan. Engkau adalah Tuhanku dan Allahku. Aku mau buang dan bakar ini semua, tinggalkan ini semua dan ikut Engkau”. Sebuah keputusan yang sangat sulit dan Allah menghargai itu.
Dan itu yang juga terjadi pada Tomas, kendala dia adalah ketidakpercayaan. Dan Allah tidak menyukai ketidakpercayaan, ketidakpercayaan adalah lawan dari iman. Tapi Yesus tahu pergumulan Tomas, tidak mudah mempercayai kebangkitan orang mati apalagi setelah sekian hari terkuburkan. Dan 8 hari kemudian, Yesus datang lagi untuk memulihkan iman Tomas dan Tomas menjadi pribadi yang tidak pernah sama lagi setelahnya, keberpihakannya jelas. Ia hidup dan mati untuk Kerajaan Allah. Bagaimana dengan kita? Maju mundur itu wajar, tapi tidak mungkin selamanya kita terus berada di titik itu. Keputusan harus dibuat dan kiranya seruan “Ya, Tuhanku dan Allahku” serta implikasi di belakang pengakuan tsb adalah bagian kita. Tuhan Yesus memberkati.