Siapakah Aku (manusia)? (Mazmur 8 : 1 – 10)
Bahan Diskusi (15 menit):
- Siapakah manusia (aku)?
- Siapakah Allah?
- Bagaimana seseorang mengalami pemulihan ‘aku’ di hadapan Allah?
- Seberapa berhargakah aku bagi Allah, dunia sekeliling dan rencana Allah?
Renungan Firman (15 menit):
“Siapa mengenal dirinya maka ia mengenal Tuhan-nya” – sebuah pepatah yang banyak dianut oleh para pengelana kehidupan, penempuh jalan pengenalan menuju Tuhan-nya. Mereka ini adalah orang-orang yang sungguh menyadari bahwa kehidupan ini ada untuk sebuah tujuan (purpose). Kehidupan manusia tidak serta merta terjadi begitu saja, bukan pula sebuah kebetulan, tapi bahwa mereka memiliki sebuah panggilan surgawi (heavenly calling) – panggilan yang unik dan spesifik, yang tidak bisa digantikan dan diisi oleh orang lain. Ya, sebuah panggilan untuk menyelaraskan kehendak diri dengan kehendak-Nya bahkan mengijinkan Dia berkarya sepenuhnya di dalam kita untuk melakukan segala pekerjaan-Nya – Allah bekerja di dalam dan melalui kita. Aku di dalam Dia dan Dia di dalam aku. Sebuah panggilan, yang sayangnya, itu tersembunyi di dalam diri Sang Pencipta.
Ketika seseorang gagal mengenali dirinya sendiri, maka ia pun akan buram dalam pengenalan-nya akan Allah dan tujuan hidup-nya. Ia tidak lagi melihat dunia sebagai ‘tempat persinggahan’ tapi justru menjadikannya sebagai ‘rumah’ bahkan ‘taman bermain’. Ia akan menjadi orang yang tersesat dan keluar dari jalan yang lurus itu. Dunia menjadi rumah-nya dan dirinya bahkan merosot menjadi manusia daging (carnal), yang tidak ubahnya seperti binatang. Ia bukan lagi manusia dengan budi pekerti luhur, bukan pula manusia spiritual yang hidup-nya dipimpin oleh Roh Allah.
Sebuah lagu rohani berjudul “Who am I?” yang dinyanyikan oleh Casting Crowns berlirik sbb: Siapakah aku, sehingga Tuhan semesta bumi mau peduli untuk kenal namaku, mau peduli untuk merasakan luka-ku? Siapakah aku, sehingga Sang Bintang Fajar dan Terang itu mau memilih untuk menerangi jalan hatiku yang berkelana? Bukan karena siapa aku, tapi karena apa yang telah Engkau perbuat. Bukan karena apa yang telah aku perbuat, tapi karena siapa Engkau. Aku adalah bunga yang cepat layu, hari ini ada besok hilang. Deburan ombak di tepi pantai, uap angin. Tapi tetap, Engkau mendengar saat aku memanggil. Tuhan, Engkau menangkapku saat aku jatuh. Engkau memperkatakan tentang siapa aku, aku adalah milik kepunyaan-Mu.
Pertanyaan untuk Direnungkan (10 menit):
- Siapakah Anda?
- Siapakah Allah bagi Anda?
- Apakah Anda sudah menemukan tujuan hidup (destiny / purpose) dan panggilan (calling) Anda?
- Bagaimana membuat itu menjadi penggerak kehidupan Anda? Bahwa Anda benar-benar soaked (basah kuyup), saturated (terjenuhi) oleh panggilan tsb?
Kesimpulan (20 menit)
Raja Daud dalam perenungan-nya, dia bertanya, “Apakah manusia itu, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkan-nya? Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat. Engkau membuat dia berkuasa atas buatan tangan-Mu, segala-galanya telah Kauletakkan di bawah kaki-nya (Mazmur 8 : 4 – 5). Ya, Daud tidak habis pikir, mengapa Allah yang demikian agung itu mau peduli pada manusia yang lemah, rentan – gudang-nya dosa dan khilaf? Bahkan ketika Allah begitu memperhatikan ia dan keluarganya, dia kembali berkata, “siapakah aku ini, ya Tuhan ALLAH, dan siapakah keluargaku, sehingga Engkau membawa aku sampai sedemikian ini (2 Samuel 7 : 18)?”
Saulus, seorang ahli Taurat yang terpandang, merasa diri telah advanced dalam pengenalan-nya akan Allah, dalam kebingungannya, ia bertanya, “Siapakah Engkau, Tuhan (Kis 9:5)?” Pada akhirnya ia mengakui bahwa, “Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa”, dan di antara mereka akulah yang paling berdosa. Tetapi justru karena itu aku dikasihani, agar dalam diriku ini, sebagai orang yang paling berdosa, Yesus Kristus menunjukkan seluruh kesabaran-Nya. Dengan demikian aku menjadi contoh bagi mereka yang kemudian percaya kepada-Nya dan mendapat hidup yang kekal. Hormat dan kemuliaan sampai selama-lamanya bagi Raja segala jaman, Allah yang kekal, yang tak Nampak, yang esa! (1 Tim 1 : 15 – 17).
Simon Petrus, dalam perjumpaan pertamanya dengan Yesus, ketika seharian tidak menangkap ikan, tapi ketika melihat mujizat Yesus, 2 perahu penuh dengan ikan, berkata, “Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa (Lukas 5:8). Atau Yohanes Pembaptis yang dalam kesadaran akan siapa diri-nya, yang membuka kasut-Nya pun ia tidak layak, berkata, “Akulah yang perlu dibaptis oleh-Mu, dan Engkau yang datang kepadaku (Matius 3:14)?” Bahkan nabi Yesaya ketika melihat kemuliaan Allah, ia berkata, “celakalah aku! Aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir, dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir, namun mataku telah melihat Sang Raja, yakni TUHAN Semesta Alam (Yesaya 6:5)”.
Orang yang menyadari kerentanan dan keberdosaan diri, orang yang mengenal bahwa dirinya adalah orang sakit yang membutuhkan dokter, orang berdosa yang diselamatkan karena kasih karunia — adalah orang-orang yang telah ‘bulat’ mengenal siapa diri-nya di hadapan Allah. Mereka adalah orang-orang yang berbahagia – orang yang berhasil melihat keterbatasan dan ketidakmampuan diri untuk beroleh selamat dengan segala usahanya. Mereka telah menyerah mengandalkan kekuatan-nya sendiri, dan mulai mengandalkan kebaikan dan kasih kemurahan Allah. Mengerti bahwa tidak ada sesuatu yang baik yang dapat muncul dan diandalkan dari manusia lama-nya. Jika Tuhan tidak membelaskasihani aku, maka aku pun selamanya terhilang. Tapi syukur pada Allah, Ia begitu mengasihi aku dan aku sangat berharga di mata-Nya. Ia memberi aku jalan keselamatan dan bahkan berjalan bersama-ku, menuntun dan membimbing-ku hingga tujuan akhir-ku, mengenal panggilan-ku di dalam Dia.
Ya, ketika orang-orang kebingungan mencari jalan yang lurus itu — justru ada Yesus (Isa Almasih) yang berani berkata, “Ikutlah Aku. Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku (Yohanes 14:6). Ia, Sang Anak Allah rela menjadi Anak Manusia, supaya kita, anak-anak manusia boleh menjadi anak-anak Allah. Siapakah aku? Seorang berdosa yang diselamatkan karena kasih karunia atau seorang ‘benar’ yang dapat menyelamatkan diri sendiri melalui perbuatan baik-nya? Jawaban Anda menentukan jalur kemusafiran Anda. Selamat memasuki 2022 Tahun Pemulihan-Nya TUHAN. Amin.