(Yunus 1:1-3; 4:1-4, 10-11)
Ketika engkau sedang berjalan dengan seseorang, maka sesuaikanlah langkahmu dengan orang tersebut. Begitu pun juga ketika engkau mempercayai Tuhan, maka sesuaikanlah hidupmu dengan hidupNya. Jangan dibalik. Pada kenyataan yang ada, sering sekali Tuhan menjadi pribadi yang dipaksakan untuk mengikuti kehendak kita. Padahal siapakah kita dihadapanNya, tidak lain adalah hanya ciptaan yang tak mungkin menyamai apalagi melampaui dari sang pencipta itu sendiri. Kesadaran diri sebagai ciptaan seharusnya menjadikan kita seharusnya dapat menundukkan diri dihadapanNya.
Nabi Yunus, sepertinya sengaja melupakan hal itu. Ia mencoba “mengatur” Tuhan dalam keinginannya. Terbukti diawal dengan menolak untuk melakukan perintah untuk ke Niniwe, nurut yang tidak tuntas, melakukan kehendak Tuhan dengan separuh hati, memberontak kembali karena merasa apa yang dipikirkannya tidak terwujud. Pola yang ada dalam sikap Nabi Yunus.
Tuhan itu bersifat universal bukan partikular. Universal, IA adalah pencipta semuanya dan karena itu IA bisa hadir bagi seluruh yang diciptakan. Tak ada yang bisa membatasi gerak langkahNya, sekalipun itu tidak sesuai dengan kehendak dari ciptaaan. IA, bukan partikular, hanya untuk sebagian/sekelompok manusia saja. Inilah yang perlu disikapi dengan tepat. Hendaknya Tuhan (Sang pencipta) itu kita “ijinkan” untuk bergerak dengan bebas dalam lakuNya, sedangkan posisi kita tunduk mengikuti gerakan yang dilakukanNya. Tunduk dengan penuh hormat padaNya.
Pdt. Elfriend P. Sitompul