(Yunus 4)

Idealisme dalam menjalani kehidupan seiring dengan berjalannya waktu sering pula bergeser dari motivasi & rencana awal, apalagi ditambah dengan segudang prestasi yang diraih dan keberhasilan yang dicapai tidak jarang membuat mereka kehilangan makna.

Ambisi-ambisi keinginan diri yang tanpa kendali menjadikan banyak orang kehilangan atau sulit mengerti maksud dan kehendak Tuhan dalam dirinya, keinginan-keinginan dunia tersebut bagai candu memabukkan dan membuat manusia ketagihan, ingin lagi dan lagi terus dan terus, yang akhirnya manusia kehilangan maksud Tuhan mengapa mereka diadakan.

Salah satu hal yang menjadi kerinduan Tuhan kenapa kita diciptakan adalah menjadi pembawa damai seperti tertulis dalam Matius 5:9 “berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah”

Sebagai orang percaya kehadiran kita dirindukan untuk membawa damai dalam segala situasi, sayangnya bukan kedamaian yang sering kita hadirkan justru tidak sedikit orang yang mengaku percaya menghadirkan/menjadi penyebab terjadinya masalah/keributan.

Hal ini terlihat jelas dengan semakin banyaknya rumah tangga kristen yang hancur, retaknya komunitas dalam lingkungan gereja, hubungan antar sesama yang kian dingin, hubungan antar bangsa yang semakin memburuk bahkan sampai menimbulkan perang.

Hal ini akibat dari adanya pribadi-pribadi yang belum beres dengan diri sendiri bahkan mereka berkata menyukai perdamaian tapi faktanya orang seperti ini lebih suka menghadirkan keributan/kerusuhan.

Mengapa orang tidak bisa menghadirkan rasa damai bagi sesama?

Yakobus 3:16 “sebab dimana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri disitu ada kekacauan & segala macam kejahatan”

Dari ayat diatas ada 2 hal yang bisa dilihat kenapa orang tidak bisa menghadirkan rasa damai:

  • IRI HATI

Ada ungkapan “senang melihat orang lain susah, susah melihat orang lain senang”

Perasaan ini juga bisa kita lihat dari Yunus (Yunus 4:1-2) sejatinya Yunus justru ingin niniwe dihukum, rasanya kalau boleh dikatakan Yunus iri dengan belas kasihan Tuhan atas Niniwe, padahal sesungguhnya Tuhan ingin menyatakan Kasih pada Niniwe melalui Yunus, tapi Yunus tidak memahami maksud baik Tuhan.

  • EGOIS

Mementingkan diri sendiri ini menjadi biang keladi timbulnya masalah, semua hasrat & keinginannya harus dipenuhi, semua pendapatnya harus diterima, semua fokus hanya pada kepentingannya, mengutamakan kesukaan & kepuasan diri sendiri, tanpa memikirkan orang lain dirugikan atau tidak, bahkan juga tidak pernah memikirkan Tuhan disukakan atau tidak.

Dalam kitab Yunus 4:5-9

Yunus kecewa akan belas kasih Tuhan atas Niniwe, didalam kekecewaannya Tuhan mengibur dengan menumbuhkan pohon jarak utk menaunginya, sekali lagi sikap egois dan mementingkan diri sendiri Yunus terlihat dengan marahnya atas pohon jarak yang daunnya habis oleh ulat penggerek.

Dari kejadian itu Tuhan sedang mengajarkan Yunus bagaimana kasih Tuhan kepada umatNya, dibandingkan dengan Yunus lebih menghargai pohon jarak yang tidak pernah dia tanam, Tuhan tentu lebih menghargai 120 ribu orang yang tidak tahu jalan keselamatan, dan Tuhan ingin memakai Yunus sebagai alat damai & pertobatan untuk Niniwe.

Belajar dari kisah Yunus dikaitkan dengan tema kita hari ini “Dua Hati Dua Jiwa” dimana dalam kehidupan kita ada sebagai manusia kita mempunyai keinginan, & dibalik keinginan hendaknya kita juga boleh memahami ada keinginan Tuhan atas kehidupan kita, kiranya segala kesibukan, aktifitas & hasrat dalam hidup kita apalagi perasaan iri hati & keegoisan yang masih dengan kuat mencengkeram hidup kita, hendaknya kita bereskan sehingga semua hal itu tidak mengalihkan bahkan menjauhkan kita dari panggilan untuk membawa damai bagi sesama. Amin TYM.

Pnt. Agus Rijanto

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *