1 Korintus 4: 1-5

Surat Paulus kepada Jemaat Korintus sangat kental dengan upaya untuk mendewasakan umat dalam menghadapi/menyelesaikan perbedaan dan perpecahan di tengah Jemaat tersebut (1 Kor. 3:3-5). Salah satu hal yang menjadi pusat perhatian Paulus adalah sikap membandingkan dan cenderung menghakimi para hamba Tuhan yang pernah terlibat dalam pelayanan di sana (1 Kor. 3:21–22). Sikap yang seperti ini bisa mengarah ke fanatisme yang berlebihan dengan mengagungkan yang satu dan sebaliknya merendahkan yang lain. Dan sepertinya pesan Paulus kepada Jemaat Korintus mengenai hal tersebut secara sederhana dapat digambarkan seperti judul lagu yang popular saat ini adalah Ojo Dibandingke – jangan dibandingkan. Namun tentu Paulus menyadari mengapa umat melakukan itu. Bisa jadi hal itu karena pandangan dari umat yang belum dewasa mengenai hamba Tuhan atau juga karena hamba Tuhan tersebut yang tanpa sadar menggiring umat untuk bersikap seperti itu. Oleh karena itu, Paulus mencoba memberi pengertian tentang hamba Tuhan di dalam 1 Kor. 4:1-5.

Paulus menyebut dirinya hamba Kristus di hadapan jemaat Korintus (ayat.1). Ia menyadari benar makna kata hamba yang melekat pada dirinya, yaitu tidak lebih dari seorang budak. Sebagai seorang budak (doulous dalam bahasa Yunani dapat dimaknai sebagai orang yang telah dibeli) ia harus mengabdikan hidupnya untuk Tuannya. Jadi seorang hamba Tuhan juga bisa diartikan orang-orang yang membaktikan setiap nafas hidupnya untuk Tuhan, tunduk kepada pemerintahan sorgawi dan tidak punya hak untuk menuntut serta sungguh-sungguh hidup memuliakan Tuhan. Dalam perjalanannya sebagai seorang hamba Tuhan Paulus melayani dengan tulus, tidak bersikap menuntut, tidak mencari keuntungan diri sendiri di balik pelayanan, melainkan mengabdi dengan sungguh-sungguh demi kemajuan Injil di muka bumi. Melalui pandangan Paulus ini, kita diajak untuk merefleksikan diri, apakah dalam kehidupan kita baik sebagai pemimpin umat ataupun umat sendiri di tengah kehidupan ini yang mengaku sebagai hamba-hamba Tuhan sudah memiliki dan melakukan pemahaman yang disampaikan Paulus atau belum?

Pada bagian selanjutnya Paulus mengajak umat untuk tidak menghakimi dan menyerahkan penghakiman itu kepada Tuhan, sebab hanya Tuhan yang mampu melihat hati dan ketulusan hamba-hamba-Nya (ayat 5). Nasehat ini mengingatkan umat untuk menyadari bahwa manusia itu terbatas. Dengan demikian, setiap kita yang sadar akan keterbatasan dirinya perlu untuk hidup dalam keberserahan kepada Tuhan. Semoga melalui hal itu, kita dimampukan untuk bijak dalam segala perkara dengan tidak sembarangan menuduh, menjelek-jelekkan dan menghakimi yang lain. Maka tepatlah apa yang diingatkan Paulus dalam 1 Kor. 1:29, “supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah.” dan 1 Kor 3:21a, “Karena itu janganlah ada orang yang memegahkan dirinya atas manusia,”. Oleh karena itu, kita sebagai manusia yang terbatas dan yang telah menerima anugerah Tuhan yang tak terbatas, kita perlu terus menerapkan nilai-nilai yang telah Tuhan ajarkan dalam kehidupan kita. Apabila selama ini tanpa disadari kita telah mengagungkan seorang tokoh dan meremehkan yang lain, sehingga terjadi ketidaknyamanan dalam relasi. Maka kita perlu mengingat akan keterbatasan kita dan belajar untuk memohon pimpinan Tuhan dalam menyelesaikan masalah tersebut. Kita perlu berdamai dengan yang lain dan juga berdamai dangan kehendak Tuhan dalam diri kita.

Mari kita berefleksi dari puisi ini: