Efesus 4:17-32
Sesungguhnya, kalau disadari dengan benar dan tepat, menjadi pengikut Kristus itu memiliki konsekuensi yang besar. Bagaikan 2 sisi mata uang. Di satu sisi, mereka (pengikut Kristus) tidak hanya hidup ada dalam rasa syukur karena telah mendapatkan keselamatan, di sisi sebaliknya ada pula konsekuensi yang harus dilakukan dalam kehidupan mereka. Yakni menanggalkan manusia lama menjadi manusia baru. Inilah bagian yang harusada. Menjadi manusia baru berarti siap dilakukan dengan sukarela, karena telah menerima kasihNya, untuk meninggalkan semua pola laku yang tidak berkenan padaNya yang dahulu pernah dijalani. Padahal, bisa jadi semua yang tak berkenan padaNya itu adalah hal-hal yang (sangat) menyenangkan bagi diri, namun itu tak boleh lagi dijalani ketika telah hidup didalam DIA.
Sepertinya ini juga yang ditekankan oleh Rasul Paulus pada jemaat di Efesus. Dengan tegas Ia menekankan untuk tidak hidup lagi seperti orang-orang yang tak percaya dalam pikiran yang sia-sia (17). Pikiran menjadi sumber untuk aksi dan perbuatan manusia. Karena itu pikiran yang telah diterangi oleh kasihNya akan mengubahkan perilaku kehidupan. Itulah yang akan muncul untuk tidak lagi berkata-kata yang tidak benar, bersikap dengan tepat dalam semua situasi yang dialami, bekerja dengan giat dan hidup bukan lagi mendukakan Allah namun membahagiakannya (25-30), karena segala yang bersifat duniawi telah dibuang dari kehidupan (31).
Sekali lagi, tak mudah untuk menjadi orang percaya dengan penuh kesungguhan. Karena kepercayaan itu harus berbuah dalam sikap-sikap hidup yang baru. Maka, kasih Allah yang sungguh-sungguh nyata itu harus terlebih dulu merasuki kehidupan (pikiran). Kasih yang merasuki diri itu, akan otomatis mendorong untuk mengubahkan diri. Masa Pra Paskah, masa untuk kembali melihat kasih Allah yang tak terbilang besar dan mulianya. Ketika kita berjumpa dengan kasih itu maka dapat dipastikan perubahan yang ajaib akan terjadi. Kita bukan lagi kita sebagaimana adanya, namun kita ada sebagaimana adanya Kristus yang bertahta dalam kehidupan.
Pdt. Elfriend P. Sitompul